Di jaman yang penuh dengan kemudahan dan fasilitas ini
menunaikan ibadah umrah dan haji telah menjadi gaya hidup sebagian kaum
Muslimin dari sudut dunia manapun, baik itu pejabat pemerintah, tokoh agama,
kalangan selebritis, pengusaha maupun mereka yang berasal dari kalangan awam.
Mereka dengan mudah dan ringan mengunjungi Baitullah (Rumah Allah) layaknya
mengunjugi rumah kawan, kenalan atau kerabat di luar desa atau di luar kota.
Saking mudah dan ringannya hingga sebagian dari mereka mampu haji atau umrah
setiap tahunnya. Bahkan juga tidak mengherankan ada yang mampu beberapa kali
dalam setahun pulang balik antara Tanah Air dan Tanah Suci.
Sangat disayangkan ketika umroh berubah menjadi sekedar
trend atau gaya hidup orang-orang berduit. Sementara terkadang mereka sendiri
belum melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu berhaji. Bukankah lebih baik
melaksanakan haji terlebih dahulu? Jika mereka sudah mampu dan siap berumroh,
kenapa pula mereka tidak siap berhaji?
Lalu, ketika ada orang yang berumroh sampai berkali-kali,
bukankah lebih baik mengumrohkan orang lain? bahwa menghajikan atau
mengumrohkan orang lain, pahalanya sama dengan berangkat haji sendiri. Jika
para orang berduit mampu memahamai hal ini dan berhati lapang, tentu mereka
akan memilih mengumrohkan orang lain daripada dia sendiri yang pergi umroh
untuk ke sekian kalinya. Dan dengan begitu, semakin banyak pula orang yang bisa
merasakan nikmatnya berkunjung ke rumah Allah.
Umroh menjadi gaya hidup tentu tidaklah salah. Hanya saja
ketika umroh dijadikan sebagai wahana riya atau pamer tentu kurang tepat,
apalagi diberitakan secara berlebihan, khawatir tanpa sengaja, ada muncul di
hati kecil kita perasaamn riya itu. Saya rasa para selebritas harus bisa
menjaga niat awal mereka berumroh, sehingga pemberitaannya pun tidak serta
merta menjadi ajang “takabur”.
Fenomena tersebut menunjukkan
adanya peningkatan ghiroh keislaman dalam beramal di kalangan umat Islam. Namun
fenomena ini juga patut menjadi keprihatinan dan bahan renungan kita
bersama.Apakah patut menjadikan haji dan atau umroh sebagai gaya hidup
sedangkan pada saat yang sama ada begitu banyak saudara-saudara seiman (dan
jumlah mereka ini jauh melebihi mereka yang mampu menjadikan haji dan umrah
sebagai gaya hidup) yang menjadi korban peperangan, bencana alam, bencana
ekonomi dan bencana sosial?
Pribadi yang berakal sehat dan beriman tentu tidak bisa
menerima hal ini dan menjawab tidak patut!"Tidak beriman salah seorang di
antaramu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya
sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
Salah satu tanda keimanan seorang Muslim adalah mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian dia tidak akan
pelit mengerahkan daya, upaya, waktu dan dana untuk menjaga keberlangsungan,
kesejahteraan dan keselamatan hidup saudara-saudara seagamanya.
Dr. Wael Shihab, yang memperoleh gelar doktor dalam bidang
Studi Islam dari Universitas Al-Azhar Mesir, mantan Ketua Unit Fatwa di
IslamOnline.net memaparkan, tidak bisa diterima jika seorang Muslim berulang
kali melakukan ibadah umrah dan haji yang merupakan ibadah sunah tapi
meninggalkan kewajibannya membantu saudara seagamanya untuk mempertahankan
identitas dan keyakinan agama mereka, melindungi kehidupan mereka, mendukung
dakwahnya, kesejahteraan masyarakat, mendukung proyek-proyek keislaman seperti
pusat Islam dan sekolah-sekolah yang mendidik Muslim dan non-Muslim untuk
mengetahui Islam dan ajaran-ajarannya, serta mendidik generasi penerus umat
Islam dengan nilai-nilai Islam.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw ditanya, "Amal
apakah yang paling utama?" Maka beliau menjawab, "Iman kepada Allah
dan Rasul-Nya." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau
menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian
apa?" Beliau menjawab, "Haji mabrur." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Oleh karena itu, ada baiknya, jika kita memiliki harta
berlimpa, mari kita semua memberikan prioritas pada tugas jiwa sosial. Tanpa
melarang keinginan melakukan haji dan umrah, sebaiknya ibadah ini kita lakukan
sekali-dua kali, bukan berulang kali.
Jemaah yang datang menjadi tamu Allah bukanlah orang suci
yang menghadap Sang Pencipta dengan hati yang putih. Mereka membawa segunung
dosa, segudang maksiat, dan setumpuk tipu muslihat. Meski demikian, mereka
bersimpuh di Padang Arafah, meminta ampunan, ingin hidup berkah, ingin
dikekalkan kenikmatannya, ingin hidup sejahtera dan bahagia, ingin dimanja, dan
selalu dekat dengan-Nya. Apakah mereka dikabulkan?inilah istimewanya haji. Meskipun
seorang hamba datang membawa dosa sebesar bumi dan dan seluas langit, Allah
mengampuninya. Asalkan orang tersebut tulus meminta ampunan dan kemudian
menjadi mabrur. Mengapa harus mabrur? Karena orang yang mabrur berarti mengubah
perilaku yang menyebabkan dosa menjadi perilaku yang mendatangkan kebaikan.
Menghentikan semua perbuatan buruk dan berganti haluan ke arah kebajikan. Kalau
haji tak mendatangkan perubahan, berarti orang tersebut mardud (ditolak),
kebalikan dari mabrur.
Dibalik perintah melaksanakan Ibadah Haji, Allah menjanjikan
bahawa orang yang mengerjakan haji akan dapat menyaksikan keuntungan-keuntungan
yaitu hikmah-hikmah yang diperoleh di balik ibadah haji itu .
Peneliti ISFI (Islamic Studies Forum for Indonesia) Kuala
Lumpur, kandidat Master Studi Al-Qur’an di IIUM (International Islamic
University Malaysia) SEBUAH sinetron berdasarkan kisah nyata dari Mesir
beberapa hari yg lalu ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta tanah
air. Sinetron tersebut mengisahkan seorang ibu yg diajak putranya pergi ke
Tanah Suci utk melaksanakan ibadah umrah. Betapa bahagianya si anak karena
ibunya dapat mengunjungi Tanah Suci. Tapi kebahagiaannya itu berubah menjadi
kesedihan tatkala ibunya berada di dlm kawasan Masjidil Haram tak bisa melihat
Ka’bah karena tak bisa melihat apa-apa kecuali kegelapan. Dia tak putus asa.
Dia tiada putus memohon kepada Allah SWT agar Dia berkenan mengampuni dosa-dosa
ibunya serta membuat ibunya bisa melihat Ka’bah. Namun Allah SWT belum berkenan
mengabulkan doa-doanya hingga saatnya harus kembali ke tanah air mereka. Dia
pun tak putus asa utk mengajak ibunya utk pergi ke Tanah Suci hingga lima kali
umrah dan satu kali haji meskipun ternyata ibunya tetap mengalami hal yg sama,
ibunya selalu mengalami kebutaan ketika berada di kawasan Masjidil Haram
Menjadi tamu Allah
Kaabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah
Allah'. Walau bagaimana pun haruslah difahami bahawa bukanlah Allah itu
bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan
sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim
a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu
istimewa Allah. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang
istimewa dari tuan rumah.
Mendapat pendidikan
langsung daripada Allah
Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka
mengatakan bahawa Ibadah Haji adalah puncak ujian daripada Allah s.w.t. Ini
disebabkan jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah
terlalu ramai hingga menjangkau angka jutaan orang.
Menghapus dosa
Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat
dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan
ibadah haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat.
Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri
dengan perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya
sehingga ia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini.
Memperkuat iman
Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan
manusia Islam dari seluruh pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa,
warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran
tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata.
Mengambil pelajaran
daripada peristiwa orang-orang soleh
Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan
banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi
dan rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus
soleh yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil
iktibar atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda:
"Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut
sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara
peristiwa yang terjadi ialah:
Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di
Padang Arafah.Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg
kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s.
menyembelih Nabi Ismail sebagi menurut perintah Allah.Nabi Ismail a.s. dan Nabi
Ibrahim mendirikan Kaabah.
Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba
kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji
hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati
seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
Merasa bayangan
Padang Mahsyar
Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah
melihat dan mengikuti perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama
tiada beza. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di
Padang Arafah menghilangkan status dan perbezaan hidup manusia sehingga tidak
dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua
mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit.
Syiar perpaduan
umat Islam
Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat
Islam. Ini kerana mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai
satu tujuan dan matlamat iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun
Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan
yang sama,memakai pakaian yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh
dikatakan semuanya sama. Ini menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam.
Dan gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat
Islam apabila mereka kembali ke negara asal masing-masing.
Sejatinya orang yang pulang melaksanakan ibadah haji membawa
perubahan prilaku dan sikap akan bergaya hidup seperti calon penghuni surga,
menjaga kemurnian tauhid, setia pada sunah-sunah Rasulullah, serta
meningkatkan kualitas iman dan ilmu. Selain itu, menjaga diri dari dosa besar
maupun kecil dan senantiasa menjalankan amal yang bakal mendatangkan
ampunan Allah SWT.
Hal ini diungkapkan dalam hadis dari Abu Hurairah.
Rasulullah bersabda,
“Dari umrah yang satu
ke umrah berikutnya akan menghapuskan dosa di antara keduanya dan haji mabrur
tidak ada balasannya melainkan surga.” ( HR Bukhari dan Muslim ).
Akhlak para haji adalah akhlaknya orang mulia karena selama
berhaji mereka telah melatih diri mengendalikan syahwat dan emosi pada
tingkatan yang tinggi. Sepantasnya, akhlak seorang haji lebih mulia
dibandingkan yang lainnya. Mereka tidak mengumbar kata-kata kotor pembangkit
birahi dan tidak melakukan dosa-dosa besar ( kefasikan ).
Seperti digambarkan pada hadis dari Abu Hurairah yang
menyatakan, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang berhaji ke
rumah ini (Ka’bah ) lalu tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat
kefasikan, dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.”
( HR Bukhari dan Muslim ).
Ibadah dan zikir para haji bukan hanya lebih banyak dari orang
lain. Melainkan pula disertai tingkat keyakinan tinggi sebab pengenalan mereka
terhadap Allah sudah baik dan didukung nilai tauhid yang kuat. Mereka
memprioritaskan keselamatan dan kebahagiaan akhirat dibandingkan hal-hal yang
bersifat duniawi.
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, berzikirlah
dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut ( membangga-banggakan )
nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Di antara
manusia ada orang yang bendoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami ( kebaikan ) di
dunia,’ dan tiadalah baginya bahagian ( yang menyenangkan ) di akhirat.” ( QS
al-Baqarah [2] : 200 ).
Orang yang telah berhaji adalah mereka
yang berupaya menyempurnakan keislamannya. Jadi, sudah selayaknya mereka
menjadi teladan kesalehan individual dan sosial bagi semua. Hal ini ditunjukkan
para haji sebelum periode kemerdekaan, mereka menjadi teladan dan motor
penggerak dalam memerdekakan umat dan bangsa dari kejumudan syirik dan melawan
penjajah. Ibadah haji dalam sejarah kehidupan umat Islam sarat
dengan makna dan memiliki pengaruh yang besar dalam jalannya kehidupan umat dan
perjuangan mereka. Pengaruh ibadah haji itu masih dapat dirasakan di negeri ini
hingga pada masa penjajahan Belanda. Dengan ibadah haji, kaum Muslim dahulu
mendapatkan pencerahan politik dan terbangkitkan spirit perjuangan mereka.
Pengaruh ideologis dan politis inilah yang menyebabkan Belanda khawatir. Karena
itu, tahun 1908 Belanda pernah menegaskan bahwa melarang umat Islam berhaji
akan lebih baik daripada terpaksa harus menembak mati mereka. (H. Aqib Suminto,
Politik Islam Hindia Belanda, hlm. 22)
Namun
sayang, pada faktanya saat ini ibadah haji seolah kehilangan makna dan pengaruh
politis dalam perjuangan Islam. Pelaksanaan ibadah haji kian hari kian menurun
kualitasnya, yang menonjol darinya kini hanyalah ibadah ritual semata. Banyak
jama’ah yang melaksanakan ibadah ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban.
Lebih parah lagi tak sedikit yang menjalankannya seolah wisata religi bahkan
dihiasi wisata belanja, membeli oleh-oleh untuk sanak keluarga dan tetangga.
Begitu pun ketika melihat artis-artis ibukota, hari ini berangkat haji
besok-besok sudah bermaksiat kembali. Walau sudah bergelar haji, mereka tak
malu untuk mengumbar aurat atau cipika-cipiki dengan lawan jenis yang
bukan mahramnya.
assalamu alaikum krtik blognya bagus tapi tulisanya jadi tidak jelas krn backgorundnya terlalu ramai
BalasHapus