Minggu, 14 Oktober 2012

Bagaimana Menyeduh Kopi yang Baik?

Jakarta - Udara yang dingin saat musim hujan memang paling enak minum secangkir kopi panas. Selain membuat tubuh terasa segar aroma kopi juga sangat menggugah selera. Aneka kopi seperti latte, cappuccino, atau kopi tubruk bisa diracik sesuai selera.

Menyeduh kopi tak sekedar menuangkan air panas ke dalam cangkir berisi kopi bubuk. Namun, tahapan yang penting perlu diperhatikan agar dihasilkan air kopi yang enak dan harum. Berikut ini cara menyeduh kopi panas yang benar dan bisa membuat kopi terasa lebih nikmat saat diminum. 

Tahap 1
Air yang digunakan untuk menyeduh kopi menentukan kualitas rasa. Jika menggunakan air keran sebaiknya disaring dahulu atau menggunakan air yang sudah ditaruh dalam teko. Kemudian perhatikan suhu saat proses perebusan air idealnya tidak boleh hingga mendidih bergolak jika menggunakan coffeemaker.

Tahap 2
Setelah merebus air, diamkan air selama 30 detik sebelum menambahkan atau dicampurkan dengan kopi.

Tahap 3
Sebaiknya beli biji kopi yang belum digiling karena akan mendapatkan rasa yang lebih nikmat. Saat menggiling kopi juga bisa ditentukan kehalusan kopi. Kopi terbaik, jika saat ingin meminumnya biji kopi baru digiling. Jika membeli kopi yang sudah digiling akan kehilangan rasa dan kesegarannya. Kemudian seduh kopi pada coffeemaker atau langsung di dalam cangkir atau mug sebagai kopi tubruk.

Tahap 4
Masukkan bubuk kopi di filter kertas atau logam didalam corong coffeemaker, yang diatur melalui kaca atau pot keramik kopi.

Tahap 5
Jangan simpan kopi didalam freezer atau lemari es, tetapi simpan pada suhu ruang. Rasa kopi juga ditentukan oleh tempat penyimpanan, suhu ruang bisa membuat rasa kopi menjadi enak dan kopi dapat bertahan selama seminggu atau lebih.

Tahap 6
Jika ingin rasa pahit pada kopi hilang, taburi sedikit garam pada cangkir untuk memberikan rasa yang lebih baik pada kopi anda. Sajikan dan nikmati kopi selagi hangat agar tak kehilangan rasa dan aromanya

Rutin Makan Tomat Cegah Serangan Stroke

Jakarta - Siapa tak kenal tomat? Buah yang berwarna merah oranye ini sangat memikat. Empuk, juicy dengan rasa asam manis dan segar. Kandungan nutrisi tomat sudah dibuktikan khasiatnya dalam beberapa riset. Termasuk manfaatnya untuk mencegah stroke.

Tomat atau Solanum lycopersicum merupakan tanaman khas Amerika Selatan dan Tengah. Banyak juga tumbuh di Meksiko, Peru dan Indonesia. Ketika masak buahnya berubah dari hijau menjadi merah oranye. Bisa dimakan langsung atau dibuat campuran salad, jus, sup dan makanan lainnya.

Tomat tergolong sayuran kaya nutrisi. Salah satunya kandungan nutrisinya yang terkenal adalah lycopene. Zat ini merupakan antioksidan, untuk mencegah pembekuan darah di otak yang menyebabkan stroke.

Seperti yang dilansir TimesofIndia (9/10/2012) hasil penelitian yang melibatkan 1.031 pria di Finlandia menunjukkan adanya kekurangan lycopene dalam darahnya. Mereka dinyatakan memiliki risiko stroke lebih tinggi.

Antioksidan lain juga terkandung di dalamnya, seperti alfa-karoten, beta-karoten, alfa-tocopherol dan retinol. Dalam 100 g tomat terdapat 24 kkal energi, 1,3 g protein, 4,7 g karbohidrat, 1,5 g serat dan 0,5 g lemak.

Jika rutin dikonsumsi bisa mencegah risiko kanker prostat dan membantu menurunkan berat badan. Sedangkan kandungan vitamin C-nya dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Departemen Pertanian AS juga menyebukan, seporsi atau satu cangkir tomat cincang mengandung vitamin C lebih dari 25 gram.

Tidak hanya itu, penelitian yang sudah tercatat dalam American Journal of Lifestyle Medicine, menyebutkan tomat juga mengandung kalsium dan vitamin D. Kedua nutrisi ini bermanfaat untuk mencegah osteoporosis.

Terbukti Vegetarian Berumur Lebih Panjang

Jakarta - Selama ini, kita tahu bahwa sayuran dan buah bermanfaat bagi kesehatan. Nutrisi alaminya lebih mudah diserap oleh tubuh. Kini, sebuah penelitian menyebutkan bahwa vegetarian dapat berumur lebih panjang dibanding mereka yang memakan daging.

Vegetarian adalah orang yang menganut vegetarianisme atau tidak mengonsumsi daging hewan. Meski demikian, biasanya mereka menyantap produk turunan hewan seperti telur, madu, dan susu.

Di lain pihak, pelaku veganisme atau vegan hanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tanaman. Dengan tegas mereka menolak mengonsumsi atau memakai produk berbahan hewan. Umumnya, alasan vegetarian atau vegan adalah karena kesehatan, lingkungan, etika, atau keyakinan.

Tim peneliti dari Loma Linda University di California, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa vegetarian dapat hidup lebih lama. Hal ini berdasarkan serangkaian riset yang dikerjakan pada 1970-an dan 1980-an.

Saat itu, mereka meneliti puluhan ribu penganut Kristen Advent (Seventh-day Adventist Church). Pasalnya, aliran kepercayaan ini menekankan pada hidup sehat dan vegetarianisme.

Kemudian, riset tersebut dilanjutkan pada 2002 atas izin National Institutes of Health AS. Kali ini, penelitiannya diberi nama 'Adventist Health Study 2'. Studi yang sudah setengah jalan ini melibatkan 96.000 orang di AS dan Kanada. Setengah populasi penelitian ini vegetarian dan sebanyak 25% merupakan orang Afrika Amerika.

"Riset ini menghasilkan temuan yang sama dramatisnya," ujar Gary E. Fraser, MD, PhD, pada Food & Nutrition Conference & Expo, Academy of Nutrition and Dietetics' 2012.

Menurut berita yang dilansir Huffington Post (12/10/12), pria vegetarian penganut Kristen Advent hidup hingga usia rata-rata 83,3 tahun. Artinya, mereka hidup 9,5 tahun lebih lama dibanding warga California lain. Sementara itu, wanita vegetarian dapat hidup sampai umur rata-rata 85,7 tahun atau 6,1 tahun lebih lama.

Studi ini juga menyebut bahwa makanan yang dikonsumsi vegetarian dapat menurunkan risiko terhadap penyakit. Buah, sayuran, dan kacang-kacangan, misalnya, dapat mencegah kanker, penyakit jantung, serta diabetes tipe 2. Tak hanya itu, pola makan ini juga dapat mengontrol indeks massa tubuh (BMI), lingkar pinggang, dan menyehatkan otak.

Dibanding mereka yang mengonsumsi daging, berat badan vegan 13,6 kg lebih ringan dan BMInya lebih rendah lima angka. Vegetarian dan vegan juga berisiko lebih rendah mengalami resistensi insulin, kondisi yang menjadi cikal bakal diabetes tipe 2.

Pescovegetarian (vegetarian yang juga mengonsumsi ikan) serta semivegetarian (vegetarian yang sesekali menyantap daging hewan) memiliki perlindungan menengah terhadap penyakit terkait gaya hidup.

Selain itu, Adventist Health Study 2 juga menyebutkan bahwa orang yang ramping cenderung berolahraga rutin, menyantap makanan yang berasal dari tanaman, serta menghindari rokok dibanding orang gemuk. Artinya, banyak faktor mendorong kesehatan partisipan ini secara menyeluruh.

Penelitian ini juga membantah temuan sebelumnya. Dulu, sebuah riset menyebutkan bahwa pada usia 85, orang obesitas lebih rendah risikonya meninggal dunia dibanding mereka yang berat badannya normal. Berbeda dengan studi terkini, bahwa orang Afrika-Amerika yang obesitas berkurang harapan hidupnya hingga 6,2%.

Meteorit Ungkap Petunjuk Tentang Mars

CALIFORNIA - Ilmuwan mengatakan bahwa meteorit yang mendarat di gurun Maroko 14 bulan lalu memberikan informasi tentang planet Mars. Peneliti dari Alberta University, Chris Herd mempelajari meteorit Tissint. Meteorit ini mampu memberi petunjuk terkait atmosfer unik di Mars.

"Tim kami mencocokan jejak gas yang ditemukan di dalam Tissint dengan sampel atmosfer Mars yang pernah dikumpulkan pada 1976 oleh Viking, pada misi pendaratan Mars yang dilakukan oleh NASA," ujar Herd, seperti dilansir Astrobio, Senin (15/10/2012).

Herd menjelaskan bahwa 600 juta tahun lalu, meteorit muncul sebagai batuan vulkanik yang umumnya ditemukan di permukaan Mars. Batuan tersebut meluncur dari Mars ke luar angkasa (melintasi atmosfer), akibat dampak dari sebuah asteroid yang menghantam planet merah tersebut.

Pada saat asteroid itu menghujam Mars, sebuah gelombang kejut terjadi. Retakan dan celah di dalam batu itu menyimpan panas, menjebak komponen atmosfer Mars dan membentuknya menjadi berwarna hitam dan mengkilap.

Tim peneliti memperkirakan, di periode antara 700.000 dan satu juta tahun lalu, batu tersebut melayang di luar angkasa hingga Juli 2011. Kemudian, masuk ke atmosfer bumi dan mendarat di gurun Maroko.

Peneliti mengatakan, ini merupakan kelima kalinya sebuah meteorit Mars yang tertangkap mata ketika mendarat ke bumi. Herd juga mengungkapkan alasan mengapa meteorit ini begitu penting, karena sejak meteorit itu mendarat dan diteliti beberapa bulan lalu, benda luar angkasa tersebut belum mengalami pelapukan atau terkontaminasi.

Peneliti meyakini bahwa planet merah tersebut memiliki unsur air di bagian permukaannya. Air tersebut diduga telah ada sejak beberapa ratus juta tahun lalu. Akan tetapi, Herd mengatakan bahwa sampel meteorit ini tidak membawa bukti air yang mendukung terbentuknya kehidupan

Rabu, 10 Oktober 2012

Cetak biru deradikalisasi nasional

Pemerintah tengah menyiapkan cetak biru untuk program deradikalisasi nasional untuk mengatasi terorisme.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT mengatakan selama ini program deradikalisasi dijalankan secara parsial dan membantah deradikalisasi yang dilakukan selama ini telah gagal.
"BNPT itu baru 2010 berdiri saya kira keliru lantas bahwa deradikalisasi tidak berhasil, bukan itu, jika ditarik lebih jauh bangsa ini tidak berhasil memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama," kata Kepala BNPT Ansyaad Mbai.
"Sekarang deradikalisasi kita mulai, ga usah mencari… nah tiap ada teroris deradikalisasi yang disalahkan ya ga logis lah.." tambah dia.
Dalam keterangannya pertengahan September lalu, Wakil Presiden Boediono mengatakan Indonesia memerlukan program yang utuh untuk mengatasi radikalisasi. Sebab selama ini upaya yang dilakukan oleh sejumlah instansi tidak cukup karena belum adanya aksi bersama dan koordinasi.
"Cetak biru deradikalisasi iniharus benar-benar tajam agar tepat pata sasaran," kata Boediono.
Ansyaad menjelaskan program deradikalisasi ini dimulai sekitar 10 tahun lalu, ketika tim Densus 88 mengaku tidak dapat mengorek keterangan dari para tersangka kasus terorisme.
Sarlito Wirawan
Program deradikalisasi oleh Prof. Sarlito salah satunya pemberdayaan dakwah.

"Densusnya bingung, kan kita ga bisa kayak jaman Kopkamtib dulu kita pukulin, kita rendam, kita setrum, kita betul-betul murni menegakkan HAM, orang ini kan harus ngomong. Nah bagaimana harus ngomong, akhirnya muncul oh perlu ada deradikalisasi," jelas Ansyaad.
Menurut Ansyaad dalam melakukan deradikalisasi ini, aparat Densus 88 mendekati keluarga tersangka terorisme dan memberikan bantuan bagi anggota keluarga mereka yang putus sekolah, sakit dan kebutuhan keluarga lainnya.
"Ada yang kawin dikawinkan, itu kantong sendiri, itu kita mulai deradikalisasi, dan tidak terprogram dan tidak ada anggaran itu untuk polisi dan polkam juga tidak ada. Baru sekarang ini disepakati deradikalisasi dijadikan program nasional yang dibiayai APBN," kata Ansyaad.
Meski demikian, Ansyaad tidak menyebut jumlah anggaran untuk program deradikalisasi ini.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT Irfan Idris menjelaskan program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT adalah dengan melibatkan para pelaku tindak pidana terorisme yang masih berada di Lembaga Pemasyarakatan.
Selain itu juga melakukan upaya pencegahan dengan mengajak pemimpin daerah dan tokoh agama untuk melakukan upaya preventif mengatasi radikalisme.
Menurut Irfan beberapa program yang dilakukan antara lain melalui pendekatan budaya, bisnis dan ideologi.
"Justru dengan adanya Toriq yang menyerahkan diri dan tidak jadi melakukan bom bunuh diri itu justru sebuah keberhasilan, dan gaungnya besar, jadi yang sepuluh itu tertangkap," kata Irfan.
BNPT juga membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme untuk mencegah penyebaran paham radikal, dan sudah berdiri di 10 kota.

Radikal dan kekerasan

Sarlito Wirawan
Psikolog Profesor Sarlito Wirawan yang juga terlibat dalam program deradikalisasi, mengatakan pemahaman radikal itu tidak masalah sepanjang tidak dibarengi dengan kekerasan.
"Nah jika radikal dibarengi dengan kekerasan itu yang berbahaya, kekerasan juga bisa bermacam-macam tingkatnya, ada yang menjadi otaknya, operator, pengantin dan ada juga yang supporting" kata dia.
Sejak 2009 lalu, Sarlito dan tim dari Universitas Indonesia melakukan program deradikalisasi dengan melakukan pendekatan secara personal kepada para mantan narapidana kasus terorisme.
"Jangan dihadapkan ayat dengan ayat lain, ini yang dilakukan di Arab Saudi dilakukan oleh ulama, tekniknya itu jangan ngomong soal itu tetapi soal keluarganya, kemudian sambil ngomong agama, agama dijadikan acuan tetapi tidak dijadikan bahan pembicaraan pokok," jelas Sarlito.
"Sebagian besar itu adalah mantan narapidana yang sudah menjalani keluar, ada yang mantan Kompak, Poso, Ambon mantan Afghanistan, mereka dibagi dalam kelompok kelcil dalam sekitar 15 orang dua dipenjara Cipinang dan rutan Polda Metro Jaya dan satu lagi diluar yang sudah bebas," tambah Sarlito.
Menurut Sarlito pendekatan personal ini dapat mengubah cara pandang mereka.
"Itu sesi 1 minggu sekali, dialog dalam berbagai hal, setelah diteliti tiap pertemuan dicatat terlihat perkembangannya, dan kelihatan pandangan tidak radikal lagi, nah ketika bom Marriot 2 itu mengatakan bahwa itu salah," jelas Sarlito.
Dia mengaku ini bukan pekerjaan yang gampang dan membutuhkan waktu.
Setelah itu, Sarlito mengatakan tahapan selanjutnya peserta program ini diberikan pelatihan, dan disebarkan ke sejumlah wilayah untuk berdakwah agar umat tidak memilih jalan kekerasan.
Selain itu, menurut Sarlito, para mantan pelaku ini juga dibantu untuk kembali ke masyarakat.
Mantan narapidana kasus peledakan bom Bali 1 yang meminta agar identitasnya hanya di insialnya M, merupakan salah seorang yang mengikuti program pemberdayaan dakwah yang dimotori oleh Sarlito dan timnya.
Sejak 2002 lalu, M menjalani hukuman sampai 2009 lalu, dan kemudian tinggal di Bekasi dan mengajar anak-anak mengaji.
"Intinya itu dakwah dan bagaimana kita dapat beradaptasi dengan masyarakat, dan menunjukkan kita baik terhadap masyarakat tidak seperti image yang diluar," kata M.
"Sebelumnya tak pernah terbayang kita melakukan apa setelah keluar nanti, akhirnya saya memilih jalan dakwah," jelas M

terorisme di Indonesia

 Ratusan orang ditangkap dan diadili dalam kasus tindak pidana terorisme sejak peristiwa bom Bali 1, yang terjadi pada 12 Oktober 2002.
Kepolisian Indonesia telah menangkap 700 tersangka tindak pidana terorisme dalam 10 tahun terakhir pasca peristiwa Bom Bali 1, dan sekitar 500 orang telah diadili.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan aparat kepolisian telah menangkap ratusan pelaku tindak pidana terorisme dan mengungkapkan jaringan mereka.
"Selama 10 tahun ini saya kira sudah cukup banyak teroris yang ditangkap, jaringannya banyak sudah terungkap, sebetulnya itu suatu keberhasilan yang sangat bagus," kata Ansyaad dalam perbincangan dengan BBC Indonesia pada awal Oktober lalu.
Setelah bom Bali 1, peristiwa dan upaya peledakan bom masih terus terjadi di Indonesia. Setelah bom Bali 2002, Bali kembali menjadi sasaran ledakan bom pada 2005. Kemudian Bom Kuningan, Bom Marriot 2003, Bom JW Marriot dan Ritz Carlton pada 2009 lalu.
Sejumlah pelaku ledakan bom Bali pun diadili dan tiga diantaranya dihukum mati yaitu Amrozi, Imam Samudera dan Ali Ghufron. Selain itu, beberapa nama yang terlibat dalam bom Bali 1 seperti Azhari, Noordin M Top tewas dalam penggrebekan oleh Densus 88 di Batu Malang dan Solo, beberapa tahun lalu. Sementara itu Dulmatin, juga tewas di Pamulang oleh densus 88 dua tahun lalu.
Juni lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap Umar Patek atas perannnya dalam pengeboman Bali tahun 2002.
Sejumlah nama telah ditembak mati ataupun ditahan, seperti Abu Bakar Baasyir yang beberapa kali keluar masuk penjara atas tuduhan terlibat dalam kegiatan terorisme sejak bom bali 2002 lalu. Terakhir Baasyir divonis 15 tahun penjara karena menggalang dana untuk pelatihan bersenjata di pengunungan Jantho Aceh Besar.

Jaringan lama

Ansyaad Mbai
Ansyaad menyebutkan para tersangka yang ditangkap medio Agustus-September jaringan lama.
Meski demikian, ledakan bom masih terus terjadi. Salah satunya serangan bom bunuh diri di masjid Polres Cirebon yang menewaskan si pelaku dan berbagai upaya ledakan bom yang diungkap oleh kepolisian di Beji Depok, Tambora, dan juga ditemukannya bahan peledak berbahan kimia di Solo pada September lalu.
Satu bulan menjelang peringatan bom Bali 1, Densus 88 kembali menangkap belasan orang yang disebut berkaitan dengan berbagai peristiwa bom dan penemuan bahan peledak serta amunisi di Solo, Depok, dan Tambora. Dalam keterangannya Mabes Polri juga menyebutkan mereka terkait dengan pelatihan senjata di Ambon dan Poso.
Ansyaad Mbai mengatakan berbagai penangkapan itu menunjukkan kemampuan aparat untuk menggagalkan upaya aksi terorisme.
"Dan itu banyak terjadi pada 2010, 2011,2012, kebanyakan rencana teroris itu digagalkan sebelum mereka beraksi. Seperti yang terjadi di Solo ini, ada dua kelompoknya Farhan dan Badri CS, kelompoknya Badri itu punya sayap di Jakarta ini, Depok Tambora dan Bojong Gede dan ada kaitan dengan tempat lain," kata Ansyaad.
"Penangkapan ini dirunut dari mulai dari 18 Maret 2012 Bali, 5 orang yang terpaksa ditembak mati karena sangat berbahaya."
Ansyaad mengatakan jaringan kelompok ini akan melakukan peledakan bom di Jakarta, Solo dan Poso, dan masih terkait dengan jaringan lama.
Badri salah satu tersangka yang ditangkap disebut memiliki kaitan dengan Urwah, yang tewas ditembak dalam penggerekan Noordin M Top.
"Masih juga jaringan lama, JI, JAT itu, jadi ini jaringan kalo saya di tanya ini kelompok baru, ya baru ditangkap gitu. Sebenarnya sama. Tapi orang hanya melihat selalu parsial, oh kelompok ini , ini. kalau kita lihat hubungan sama kita seperti menghubung-hubungkan, padahal bukan itu satu rangkaian," kata Ansyaad.

Peningkatan penanganan

Dalam mengatasi masalah terorisme, Densus 88 dianggap sebagai pasukan anti teror yang paling efektif dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, seperti Filipina, Malaysia dan Singapura.
Menurut Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, pemerintah luar biasa dalam penanganan terorisme dan yang membedakan adalah adanya penegakan hukum dengan membawa pelaku ke pengadilan.
"Tetapi itu bukan tanpa catatan, dalam proses penangkapan ada 57 orang tersangka yang ditembak mati dan ini menjadi narasi yang diceritakan oleh anggota mereka dan menjadi amunisi untuk recruitment, dalam protapnya memang harus menangkap hidup-hidup tetapi dengan adanya ini maka dari sisi investigasi dan pengungkapan kasus ini perlu ditingkatkan," kata Noor Huda.
Selain itu, Noor Huda menyebutkan dari 700 orang yang ditangkap itu masuk di penjara, sudah 250 orang dibebaskan dan ada 25 kasus residivis.
"Kasus residivis itu terjadi karena penjara belum mengintegrasikan tiga aspek, yaitu sebagai hukuman, menjadikan orang untuk tidak menjadi lebih jauh lagi keterlibatannya, kemudian mencegah individu untuk terlibat lagi," kata Noor Huda.
Noor Huda juga mengatakan selama ini para pelaku terorisme ini diperlakukan sama dengan narapidana lain, tidak ada studi mengenai motif dan tingkat keterlibatan mereka.
Perlakuan di penjara ini yang dapat membuat seseorang justru terlibat lebih dalam ke kelompoknya.
"Sebagian contoh kasus Joko Parkit yang sebelumnya ditangkap karena motornya dipinjam temennya yang ternyata tanpa sepengetahuannya digunakan untuk mengantarkan Noordin (M Top), dan dia merasa tidak adil," kata Noor Huda, "Di dalam dia malah ketemu dengan Urwah, dan ketika keluar dia merasa nyaman dengan groupnya dan membuat kajian ketika keluar dari penjara."
Selain itu pelibatan keluarga dan masyarakat juga penting untuk mencegah munculnya kasus residivisme ini.

Senin, 08 Oktober 2012

AS keluarkan peringatan atas Huawei dan ZTE



Perusahaan telekomunikasi Cina Huawei dan ZTE merupakan ancaman keamanan bagi AS, demikian hasil penyelidikan sebuah panel kongres.
Dalam laporan yang akan dipublikasikan hari ini, panel juga merekomendasikan agar kedua perusahaan itu harus dilarang melakukan merger dan akuisisi di AS.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Huawei dan ZTE gagal meredakan kekhawatiran akan hubungan mereka dengan pemerintah serta militer Cina.
Kedua perusahaan tersebut termasuk dalam kelompok produsen peralatan jaringan telekomunikasi terbesar di dunia.
"Cina memiliki alat, kesempatan dan motif untuk menggunakan kedua perusahaan telekomunikasi itu untuk tujuan-tujuan jahat," kata komite penyelidik dalam laporan mereka.
"Berdasarkan informasi yang rahasia mau pun tidak rahasia, Huawei dan ZTE tidak bisa dipercaya bebas dari pengaruh negara asing dan karenanya merupakan ancaman keamanan bagi Amerika Serikat serta sistem kita."
Baik Huawei dan ZTE telah menyangkal dugaan tersebut.

Dugaan spionase

Huawei didirikan oleh Ren Zhengfei, mantan anggota Tentara Pembebasan Rakyat pada 1987.
Setelah perusahaan itu menjadi salah satu pemain global terbesar di sektor tersebut, kekhawatiran akan hubungannya dengan militer Cina sering muncul.
Ada banyak dugaan dan kecurigaan bahwa Huawei membantu Cina mengumpulkan informasi dari negara-negara dan perusahaan asing, tuduhan yang telah dibantai oleh perusahaan itu.
Tahun lalu, panel keamanan AS menolak keinginan Huawei untuk membeli sistem perusahaan komputer Amerika 3Leaf.
Awal tahun ini, bersama ZTE, perusahaan itu menghadapi tuduhan bahwa peralatan mereka dipasang dengan kode-kode untuk mengirim informasi sensitif ke Cina.
Eksekutif senior dari kedua perusahaan membantah tuduhan-tuduhan itu saat bertemu anggota parlemen AS September lalu.

Minggu, 07 Oktober 2012

Terowongan sisa Perang Dunia I diteliti

Tim arkeolog Inggris dan Perancis berhasil masuk ke situs terowongan di Prancis utara yang menjadi lokasi salah-satu pertempuran di Perang Dunia I.

Situs terowongan berbentuk labirin ini tidak tersentuh selama hampir 100 tahun, semenjak terowongan itu diledakkan tentara Jerman yang mengakibatkan sedikitnya 20.000 tentara Inggris terkubur dan tewas di dalamnya.

Tim peneliti dilaporkan mampu masuk ke dalam terowongan bagian dalam yang terletak di Desa La Boiselle, di wilayah Prancis bagian utara.
Penggalian terowongan yang dikenal dalam Pertempuran Somme ini sudah dilakukan sekitar setahun silam.
Terowongan ini disebutkan berada di bawah parit yang dibangun tentara Inggris untuk tujuan meletakkan bahan peledak di dekat pertahanan tentara Jerman.
Namun seperti ditulis sejarah, pada 22 November 1915, para penggali terowongan dan tentara Inggris lainnya terkubur dalam galian itu setelah tentara Jerman mengetahuinya dan meledakkannya.
Selain tewas akibat ledakan, sebagian mereka tewas akibat menghirup gas beracun.

Studi paling rinci

Kini, 95 tahun setelah Pertempuran Somme itu pecah, tim arkeolog dari Prancis dan Inggris memulai studi paling rinci dari medan perang di front bagian barat itu.
Sejarawan Peter Barton, yang memimpin kelompok studi La Boisselle mengatakan: "Kami tidak mencari korban tewas akibat ledakan itu, tapi kami mencari kisah-kisah tentang mereka."
"Apa yang membuat tempat ini istimewa, karena catatan rinci tentang kejadian ini disimpan secara baik oleh tentara Sekutu dan Jerman. Berarti kita tahu nama orang-orang yang dimakamkan di sini," paparnya.
Sejarah mencatat pertempuran di Desa La Boisselle merupakan salah-satu pertempuran paling mengerikan dan menyedihkan di pertempuran front bagian barat pada Perang Dunia I.
Kala itu, dua kubu yang saling menyerang, hanya dipisahkan jarak 50 meter. Pasukan Inggris mengambil alih parit yang dibangun tentara Prancis, mulai menggali terowongan untuk menemukan dan meledakkan garis pertahanan Jerman. Sebaliknya langkah serupa juga dilakukan tentara Jerman.
Anggota kelompok studi La Boisselle, Ian McHenry mengatakan: "Pertempuran Somme merupakan bagian perjalanan sejarah Inggris. Itu merupakan hari paling gelap dalam sejarah militer Inggris, karena ada 58.000 menjadi korban, termasuk 19.000 diantaranya tewas".

Sabtu, 06 Oktober 2012

Benarkah Kristen Masuk Indonesia Pada Abad VII?

Atribut yang tersemat sebagai “agama penjajah” terhadap agama Kristen nampaknya masih menjadi aib besar bagi karya misi penginjilan di Indonesia. Kenyataan ini membuat berbagai pihak Kristen, termasuk Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), merasakannya sebagai beban sejarah.[1]Tidak heran jika pada masa kini sejumlah akademisi Kristen di Indonesia berupaya untuk merekonstruksi sebuah versi sejarah yang ramah terhadap eksistensinya. Diantaranya dengan mencetuskan teori bahwa Kekristenan “sebenarnya” telah tiba di Indonesia lebih awal dari era imperialisme dan kolonialisme Barat. Dengan demikian kedatangan Kristiani yang bersamaan dengan masa penjajahan bangsa Eropa hanya akan diposisikan sebagai “merebut kelupaan masa silam” saja.[2]
Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap., seorang pastor, dalam bukunya “Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia” menyatakan bahwa Agama Kristen, dalam hal ini Katolik, tiba di Indonesia lebih awal dari Agama Islam. Boelaars memperkirakan Katolik telah hadir pada abad VII di desa Pancur, Barus, Tapanuli. Sebagai rujukan, Boelaars meminjam analisa Jan Baker, SJ dalam tulisannya “Gereja Kristen Tertua di Indonesia” untuk menegaskan gagasan “kehadiran” awal tersebut.[3] Meskipun demikian Boelaars mengakui bahwa tidak terdapat jejak-jejak yang hidup maupun peninggalan sejarah yang membuktikan “kehadiran” itu.
Gagasan “Katolik Perintis” di nusantara ini dikembangkan dari tulisan sejarawan muslim Syaikh Abu Shalih al-Armini dalam karyanya “Tadhakur fihi Akhbar min al-Kanais wa’l Adyar min Nawahin Misri wal Aqtha’aha” yang ditulis pada abad XII. Karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggis oleh B.T.A. Evetts dengan judul “The Churches and Monasteries of Egypt and Some Neighbouring Countries” dan diberi catatan oleh A.J. Butler, MA, FSA. Dalam karya tersebut Syaikh Abu Shalih al-Armani menyebutkan adanya kota Fahsûr dimana terdapat memiliki komoditas perdagangan berupa camphor (al-kafur dalam bahasa Arab).
FAHSÛR, BUKAN FANSUR
            Tulisan yang menjadi rujukan Boelaars, awalnya berasal dari makalah Jan Bakker, SJ berjudul “Gereja Tertua di Indonesia” yang dimuat di Majalah Basis No. 18 (1969) hlm. 261-265. Tulisan itu adalah derivasi dari makalahnya yang lebih lengkap berjudul “Umat Katolik Perintis di Indonesia”.[4] Tulisan ini menjadi bagian dari versi resmi “Sejarah Gereja Katolik Indonesia” yang dipublikasikan oleh Bagian Dokumentasi – Penerangan Kantor Waligereja Indonesia.[5] Dalam uraiannya, banyak argumentasi yang dikembangkan untuk mendukung gagasan bahwa kedatangan Katolik di Indonesia dimulai pada abad VII. Meskipun demikian, satu-satunya referensi yang dianggap kuat dan menjadi sumber primer wacana tersebut berasal dari karya Syaikh Abu Shalih al-Armini, sejarawan muslim, dalam “Tadhakur fihi Akhbar min al-Kanais wa’l Adyar min Nawahin Misri wal Aqtha’aha”. Oleh karena itu untuk menyingkap fakta “kehadiran” Kristen tersebut bisa dilakukan dengan membaca ulang karya ini.
Tulisan Abu Shalih al-Armini dalam teks manuskrip yang dimaksud adalah sebagai berikut:[6]
Buku karya Abu Shalih yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul “The Churches and Monasteries of Egypt and Some Neighbouring Countries” oleh B.T.A. Evetts, MA dan diberi catatan oleh A.J. Butler MA, F.S.A. Kutipan di atas diterjemahkan B.T.A. Evetts ke dalam Bahasa Inggris sebagai berikut:
Fahsûr. Here there are several churches ; and all the Christians here are Nestorians ; and that is the condition of things here. It is from this place that camphor comes; and this commodity [is a gum which] oozes from the trees. In this town there is one church named after our Lady, the Pure Virgin Mary.[7]
Bakker sendiri menterjemahkan kutipan dari terjemahan B.T.A. Evetts ke dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:
Abu Shalih, setelah memberitakan tentang gereja-gereja di India Selatan (Quilon, Travancore dan Mahamailiapura), menulis tentang keadaan Sumatra sebagai berikut:
“FANSUR: DI SANA TERDAPAT BANYAK GEREJA DAN SEMUANYA ADALAH DARI NASARA NASATHIRAH, DAN DEMIKIANLAH KEADAAN DISITU. DAN DARI SITU BERASALLAH KAPUR BARUS DAN BAHAN ITU MERECIK DARI POHON. DALAM KOTA ITU TERDAPAT SATU GEREJA DENGAN NAMA: BUNDA PERAWAN MURNI MARIA”.[8]
            Nampak bahwa Bakker telah mengalihkan kata Fahsûr menjadi FANSUR.[9]Selain itu juga menterjemahkan kata Bahasa Arab al-kafur (camphor) menjadi “KAPUR BARUS”. Kemudian informasi dari Abu Shalih bahwa terdapat “Kristen Nestorian” dianggap keliru oleh Bakker dan ia “meluruskannya” sebagai Katolik. Dengan adanya “pengubahan” ini maka Bakker sejak awal berusaha memunculkan kesan tentang adanya bukti “Gereja-gereja Katolik telah terdapat di sebuah desa bernama Pancur, Barus, Sumatra Utara” pada abad VII.
            Identifikasi Fahsûr dengan Pansur, sebuah desa di Sumatra, adalah kekeliruan yang fatal. Sejak awal nama tempat Fahsûr  ini oleh Abu Shalih al Armini sama sekali tidak pernah dimaksudkan untuk membahas wilayah di luar India. Kata “Fahsûr” ini di bahas di bawah perikop “India” dan diuraikan setelah kota Kulam(Quilon di Travancore, India) dideskripsikan. Setelah membahas kawasan di India, Syaikh Abu Shalih lantas membahas wilayah Yaman. Jadi, tentu saja bukan tempat yang ada di Pulau Sumatra – Indonesia.
            A.J. Butler M.A., F.S.A saat memberikan catatan terhadap terjemahan B.T.A. Evetts atas karya Syaikh Abu Shalih al-Armini, menjelaskan bahwa kata Fahsûrmemang tertulis dalam manuskrip aslinya. Kata ini seharusnya ditulis Mansûr, yaitu sebuah negara pada jaman kuno yang terdapat di Barat Laut India, terletak di sekitar Sungai Indus. Mansur merupakan negara paling utama yang terkenal di antara orang-orang Arab dalam hal komoditas kamfer (al-kafur).[10]
Pada masa kuno wilayah penghasil kamfer bukan hanya wilayah yang saat ini menjadi Indonesia. India dan beberapa kawasan lainnya juga telah dikenal menjadi penghasil kamfer. Di Indonesia saja terdapat dua pulau di Jaman kuno yang menghasilkan kamfer yaitu Sumatra dan Kalimantan. Daerah penghasil kamfer di Sumatra bukan hanya Barus yang terkenal dengan komoditi kapur Barus-nya, namun juga wilayah yang saat ini menjadi Aceh.[11]
Adolf Heuken, SJ merupakan akademisi Katolik yang turut menolak teori bahwa Katolik telah masuk ke Indonesia pada abad VII. Dalam tulisannya “Christianity in Pre-colonial Indonesia” ia mendukung catatan yang diberikan oleh A.J. Butler. Syaikh Abu Shalih al-Armini banyak menggunakan menggunakan referensi dari karya Abu Jafar al-Tabari (w. 923) dan Al Shabushti (w. 988) untuk menerangkan subyek yang sama tentang pembahasan Asia dan Afrika. Nama kota Fahsûr yang ada dalam tulisan Syaikh Abu Shalih maksudnya tidak lain adalah Mansûr, sebuah kota di India dengan komoditas camfer yang penting bagi orang-orang Arab. Heuken juga menjelaskan bahwa berdasarkan sejumlah penggalian memang ditemukan adanya koneksi tertutup antara Barus, India, dan Teluk Persia pada kurun IX hingga XII.[12]Namun tidak serta merta hal ini membuktikan keberadaan Kristen pada masa-masa ini. Tradisi oral tentang adanya tempat dekat Barus bernama “Janji Mariah”, yang kadang digunakan sebagai “bukti” keberadaan Kristen pada masa lampau, baru terbentuk pada periode yang lebih baru.
INDIA, BUKAN INDONESIA
            Beberapa catatan sarjana muslim Arab memang mengidentifikasi kawasan yang mungkin merupakan Indonesia pada masa sekarang sebagai “india”. Meskipun demikian, menggunakan karya Abu Shalih Al Armini untuk mendukung teori kehadiran Kristen pada abad VII di Indonesia adalah kesalahan fatal. Secara jelas, Syaikh Abu Shalih telah mendeskripsikan tempat bernama India atau juga disebut al-Hindah. Sebuah tempat dimana penduduknya memiliki kepercayaan pemujaan terhadap Buddha, penyembah matahari, dan penyembah api. Wilayah ini dikelilingi laut dimana dari arah Mesir harus menggunakan kapal. Tempat bernama India ini merupakan daerah penyembahan berhala pada masa kuno yang berbatasan dengan Persia.[13] Dari deskripsi tersebut dapat dipahami bahwa “India” yang dimaksud ini benar-benar India secara definitif, tidak mungkin keliru dengan wilayah di Indonesia. Dengan demikian karya Abu Shalih al-Armini tidak memaksudkan negeri Fahsûr yang ada di India sebagai Pancur yang ada di Sibolga, Barus, Sumatra Utara.
Selain itu Abu Shalih juga melakukan kesalahan dalam mengidentifikasi India sebagai wilayah Abyssinia (Ethiopia). Kesalahan ini justru merupakan bukti bahwa India yang dimaksud merupakan India dalam makna definitif. Kesalahan penyebutan India sebagai wilayah Abyssinia sebenarnya merupakan kekeliruan yang berasal dari era yang lebih kuno. Kebingungan membedakan antara India dan Abyssinia ini juga telah terdapat dalam sejumlah literatur Yunani kuno.[14] Sekali lagi, India yang dimaksud jelas tidak akan keliru dengan kawasan Indonesia. Sebab, meski ini “secara keliru”, wilayah Indonesia tidak pernah diidentifikasi sebagai “wilayah Abyssinia” sebagaimana India yang definitif.
Keberadaan Kristen Nestorian di India dapat dibuktikan pada sekitar abad VII ini. Cosmas Indiscopleustes, seorang pendeta Alexandria petualang pada abad VI, telah meninggalkan catatan keberadaan aktivitas Kristen di India. Dalam catatannya “Christian Topography” Cosmas menyebutkan terdapat sejumlah gereja di Malabar dan Ceylon yang dikelola pendeta dari Persia dan berada di bawah pengawasan seorang uskup Persia di Kalliana. Di sini jelas bahwa kekristenan di India mencakup kekristenan Nestorian, yang dianggap sebagai sekte heresy.[15]
Sebelum membahas tentang “Fahsûr”, Syaikh Abu Shalih al-Armini telah lebih dahulu membahas sejumlah kota lain di India seperti Kulam (Quilon) yaitu tempat dimana juga terdapat penganut Nashrani Nestorian. Di sana terdapat gereja dari Perawan Maria dan sejumlah orang suci lainnya.[16] Beberapa sarjana Katolik Roma percaya bahwa “makam St. Thomas”, salah satu murid Yesus ditemukan di Cathedral di Mailapur, daerah pinggir Madras. Namun apa yang dianggap sebagai bukti, menurut A.L. Basham, sejarawan India di University of London, tidak bisa memuaskan para sejarawan. Basham menyebutkan bahwa pergerakan missi yang cukup aktif di India dilakukan oleh sekte yang dianggap menyimpang, Nestorian. Katolik terutama dari Serikat Jesuit baru masuk ke India pada abad XVI dan XVII.[17]
Ketika para pelancong Eropa mengunjungi India mereka membuat catatan  tentang adanya gereja di utara. Marco Polo, pada akhir abad XIII, melihat Gereja Syria yang sering dianggap sebagai “makam St. Thomas”, sebutan yang populer diantara petualang. Namun gereja tersebut telah rusak. Sebutan “makam St. Thomas” tersebut, menurut Basham, tidak dapat dibuktikan sebagai benar-benar makam “orang suci” tersebut dalam makna yang harfiah. Orang Kristen Syiria pada masa ini dan sebelumnya banyak mengadopsi adat istiadat Hindu. Penganut Kristen di Malabar ini bahkan sedang menuju proses menjadi sekte Hindu yang menyimpang (heterodox Hindu), sebagaimana Budha maupun Jaina. Kedatangan Serikat Jesuit pada sekitar abad XVI dan XVII masih sempat mencegah kemerosotan lebih lanjut dari proses ini. Hasilnya, satu seksi dari gereja Syria itu bersedia menerima otoritas dari Roma.[18]
OTORITAS VATIKAN
Kehadiran Kristen paling awal, dalam hal ini Katolik, di nusantara lebih tepatnya dimulai sejak penaklukan dan penjajahan bangsa Portugis pada 1511 terhadap Malaka.[19] Kedatangan Portugis ke wilayah Timur ini dapat dirunut dari semangat “penjelajahan” dunia yang tumbuh di Eropa pasca “penemuan” Amerika oleh Columbus dan Amerigo Vespucci. Semangat penjelajahan yang timbul dari upaya penemuan sumber rempah-rempah dan semangat perang salib di Eropa ini telah menciptakan kondisi persaingan yang mengarah pada konflik antara Spanyol dan Portugis. Untuk menghindarkan efek lanjutan yang buruk atas konflik ini, Paus Alexander VI tergerak untuk melakukan intervensi. Melalui dokumen tertanggal 4 Mei 1493, Paus Alexander VI membagi dunia menjadi dua bagian. Sebuah garis imajiner ditarik ke kutub utara dan kutub selatan melewati kurang lebih 749 km sebelah Barat Kepulauan Azores atau Kepulauan Tanjung Hindia. Semua daerah yang terletak di sebelah timur garis yang kemudian di sebut “Timur” ditetapkan menjadi milik Portugis untuk dikuasai dan dikristenkan. Sementara semua daerah di sebelah barat garis yang kemudian disebut “Barat” ditetapkan oleh Paus menjadi tugas Spanyol.[20]
            Ketidakpastian garis tersebut menimbulkan kesulitan diantara kedua kerajaan. Mengingat keduanya memiliki ambisi lebih besar, menginginkan lebih banyak dari yang telah ditentukan.  Persetujuan baru tercapai dengan Perjanjian Tordesillas (7 Juli 1494). Garis yang ditentukan melalui 2738 km sebelah Barat Kepulauan Hijau untuk penemuan-penemuan pulau yang masih akan dilakukan dan 1850 km bagi semua hasil yang sudah ditemukan oleh Castilla sampai 20 Juni 1494.[21]
Hal ini masih menimbulkan persengketaan ketika Spanyol tidak mau melepaskan Maluku. Paus kemudian memaksa Spanyol menjual Maluku kepada Portugis. Charles V menjual Pulau Maluku ini dengan harga 350.000 crusados dan mempertahankan semua daerah di sebelah barat Bujur Timur 17 derajat (Perjanjian Saragosa).[22] Kesepakatan yang terbentuk, Spanyol menguasai Philipina dan Portugis menguasai Maluku.[23]
            Dengan adanya Portugis di Maluku maka berkembanglah agama Katolik. Pertentangan antara Portugis dan umat Islam mulai terjadi. Konflik semakin memanas ketika Portugis mulai ikut campur dalam pemerintahan. Sultan Tabariji, raja Ternate, ditangkap oleh Portugis dengan tuduhan palsu dan dibawa ke Goa. Tuduhan ini tidak terbukti hingga 10 tahun kemudian. Maka Portugis hendak mengembalikan sang raja ke tahtanya, namun rakyat menolak dengan alasan sang raja telah menjadi kafir semasa dalam “tawanan” Portugis. Raja ini telah menganut agama Katolik dengan nama Manuel. Portugis kemudian menggunakan tipu muslihat keji untuk melenyapkan penggantinya, yang bernama Sultan Hairun. Sultan yang terakhir ini dibunuh dengan sangat licik dan kejam. Putra Sultan Hairun, yaitu Sultan Baabullah kemudian memimpin perlawanan jihad terhadap orang-orang Portugis. Tidore dan beberapa pulau lainnya yang pada masa sebelumnya menyimpan konflik akhirnya mau bekerja sama untuk memusnahkan orang kafir. Dalam tahun 1575 benteng Portugis di Ternate jatuh, maka habislah riwayat mereka di Maluku Utara. Portugis masih dapat bertahan di Pulau Hitu (Ambon). Di Pulau ini nyatanya Portugis tidak disukai. Berulangkali rakyat Ambon berusaha mengusir mereka. Akhirnya berkat bantuan armada dari Seram dan Banda, pada tahun 1575, Portugis berhasil diusir juga dari Maluku Utara.[24]
Sebagai konsekuensi penetapan garis demarkasi tanah jajahan di atas, Paus memberikan syarat kepada kedua negara untuk memajukan misi Katholik Roma di tanah jajahan yang telah diserahkan. Pertalian gereja dan negara pada masa itu cukup erat. Raja-raja memiliki kerelaan hati untuk melayani kepentingan gereja.[25]Spanyol misalnya, digambarkan oleh Dr. H. Embuiru SVD, merupakan negara Katolik dan sekaligus negara misionaris. Dimana ada Spanyol maka disana berdiri Gereja. Salib dan mahkota berjalan beriringan. Gereja dan negara merupakan satu kesatuan.[26] Demikian juga Portugis secara sadar menuju ke Timur untuk berdagang dan menyebarkan agama, termasuk dalam cakupan ini adalah penjajahan.[27]
Jadi sudah benar jika pada tahun 1934 umat Katolik merayakan upacara meriah menyambut “400 Tahun Katolisisme di Hindia” yang buku kenangannya diterbitkan dalam nomor yubileum istimewa di Maandblad Sociaal Leven No. 15, nomor rangkap 2/3, Batavia, 1934. Juga tepat bila pada 8-12 Juli 1984 Pertemuan Nasional Umat Katolik Indonesia (PNUKI) merayakan “450 tahun Katolisisme di Indonesia” yang dihadiri 450 orang wakil keuskupan di Indonesia. Perayaan ini didasarkan bahwa pada 1534 terdapat orang Indonesia pertama yang dibaptis oleh pendeta Katolik yang datang satu rombongan dengan Penjajah Portugis.[28]
Bagi kalangan misi Kristen, kolonialisme sebenarnya dianggap sebagai sesuatu yang lumrah terjadi. Kewajaran ini didasarkan pada analogi terhadap proses-proses kronologis yang pernah terjadi. Sejarah mencatat bahwa penguasaan suatu suku terhadap suku yang lain dengan dibungkus sebuah ideologi tertentu merupakan kenyataan sejarah yang telah berlangsung berabad-abad. Pandangan ini melahirkan pemikiran bahwa kolonialisme sebuah negara dan penaklukan suatu wilayah negara oleh negara lain adalah sebuah hal biasa. Pandangan ini diungkapkan dalamEnsiklopedia Gereja sebagai berikut :
Kolonisasi suatu suku bangsa atas suku-suku bangsa lain dalam suatu negara yang sama adalah biasa di Asia dan Afrika. Jadi kolonialisme dl bentuk yg sedikit berbeda terdapat pd segala masa dan daerah, dan tetap dibenarkan dgn ideologi-ideologi yg ‘bagus’. (sic!).[29]
Memisahkan antara perdagangan, penjajahan, dan penyebaran agama dari motif ekspansi Barat di nusantara jelas akan menghasilkan gambaran yang parsial. Keuntungan yang diperoleh, baik dari kegiatan ekonomi maupun penjajahan, sebagian akan masuk ke kas gereja dan digunakan dalam pembiayaan operasionalnya, termasuk penyebaran agama. Gereja mendapatkan bagian sebesar sepuluh persen dari keuntungan tersebut. Inilah yang dalam kekristenan disebut dengan konsep perpuluhan.[30] Jadi, jika mereka datang bersama “penjajah” dan turut menikmati “kue” hasil dari proses “penjajahan” yang berlangsung, masihkah kita akan beranggapan bahwa missionarisme berjalan terpisah dengan penjajahan?

PENUTUP
            Teori yang menyatakan bahwa Agama Kristen telah datang di Indonesia pada abad VII, tidak didasarkan pada fakta yang solid. Referensi yang digunakan sebagai pendukung argumen tidak kompatibel dan cenderung dipaksakan. Sumber Arab yang digunakan lebih merupakan deskripsi tentang wilayah yang ada di India, bukan di Indonesia. Deskripsi atas kawasan bernama “India” itu pun benar-benar meyakinkan bahwa wilayah yang dimaksud memang benar-benar India secara definitif. Buktinya pun terdapat dalam karya Arab Syaikh Abu Shalih Al-Armini. Hanya saja nampaknya bukti-bukti ini diabaikan dengan sengaja. Mungkin saja karena alasan menguatnya motif dan kepentingan tertentu.
Memaksakan sumber untuk wilayah lain dengan “mengubah”-nya menjadi “Indonesia” jelas akan menghasilkan konklusi yang tidak tepat. Teori kedatangan Kristen abad VII di Indonesia dan membentuk sebuah komunitas di Sumatra Utara hakikatnya merupakan klaim yang tidak berdasar. Catatan akhir yang perlu dikemukakan di sini bahwa kebenaran, dalam kasus seperti ini, tidak bisa dihasilkan dari proses memanipulasi sumber referensi.
Penulis: SusiyantoPeneliti Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI)Dipublikasikan ulang seizin penulis dari www.susiyanto.wordpress.com


FOOTNOTE :
[1] Lihat Tim Balitbang PGI. Meretas Jalan Teologi Agama-agama di Indonesia: Theologia Religionum. Cetakan III. (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003). Hal. 7
[2]  Lihat tulisan Y. Bakker, SJ, Umat Katolik Perintis di Indonesia, dalam Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid I (Arnoldus Ende, Flores, 1974) hlm. 38
[3]  Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia, Cetakan V (Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2009) hal. 59
[4] Lihat Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi …hlm. 59
[5] Lihat tulisan Y. Bakker, SJ, Umat Katolik … hlm. 19-49
[6] Tulisan Syaikh Abu Shalih al-Armini tentang “Fahsûr” ini pada naskah manuskrip yang tersimpan di Bibliotheque Nasional de Paris terletak pada folio 110b, dalam terbitan yang diterjemah Evetts di halaman 129.
[7] Lihat terjemahan B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches and Monasteries of Egypt Attributed to Abu Shalih, the Armenian (Clarendon Press, Oxford, 1895) hlm. 300
[8] Lihat terjemahan Y. Bakker, SJ, Umat Katolik Perintis di Indonesia, dalam Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid I (Arnoldus Ende, Flores, 1974) hlm. 29
[9] Terjemahan dengan kata “Fansur” ini mungkin didapatkan oleh Bakker dari alih aksara dari huruf Arab ke huruf latin yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sucipto Wirjosuparto dalam makalahnya “Agama Kristen telah Meluas di Indonesia Sejak Abad 7”. Lihat Y. Bakker, SJ, Umat Katolik … hlm. 38-39; Alih aksara ini jelas keliru.  A.J. Butler MA, F.S.A. yang memberikan komentar pada penterjemahan karya Abu Shalih ke dalam Bahasa Inggris, telah memaklumkan bahwa kata tersebut memang ditulis sebagai Fahsûr, bukan Fansur. Lihat B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches …hlm. 300
[10] Lihat B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches … hlm. 300
[11] H. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Jilid I, Cetakan II (PT Harian Waspada Medan, Medan, 1981) hlm. 36-37; Produk camfer ini ditemui di Sumatra dan Kalimantan hingga era kedatangan bangsa Barat lihat George Windsor Earl, The Eastern Seas or Voyages Adventures in the Indian Archipelago in 1832-33-34 (WM. Hallen and Co, London, 1837) hlm. 248-249. Lihat pula makalah Sir Hugh Low, G.C.M.G., British North Borneo, dalam buku India Ceylon Straits Settlements British North Borneo Hong-Kong (Keegan Paul, Trench, Trübner & Co, London, 1899) hlm. 485
[12] Lihat makalah Adolf Heuken,SJ, Christianity in Pre-colonial Indonesia, dalam Jan Sihar Aritonang dan Karel Steenbrink (ed.), A History of Christianity in Indonesia (Brill, Leiden – Boston, 2008) hlm. 5-6
[13] Lihat , MA (ed.), The Churches And Monasteries … hlm. 296
[14] B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches … hlm. 296
[15] Lihat E.O. Winstedt (ed.), The Christian Topography of Cosmas Indicopleustes(Cambridge University Press, Cambridge, 1909) hlm. 345
[16] Lihat B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches … hlm. 299-300
[17] Lihat A.L. Basham, The Wonder that Was India: A Survey of the Culture of the Indian Sub-Continent Before the Coming of the Muslims (Grove Press, New York, 1953) hlm. 342-343
[18] Lihat A.L. Basham, The Wonder that … hlm. 343
[19] Drs R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid III, Cetakan III (Kanisius, Yogyakarta, 1973) hlm. 49-50
[20] Lihat terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) C.P.F. Luhulima,Motif-motif Ekspansi Nederland dalam Abad Ke-enambelas, Terbitan Tak Berkala No. II/14  (Lembaga Research Kebudajaan Nasional, Jakarta) hlm. 11-12; Juga Avro Manhattan, Catholic Imperialism and World Freedom (Watts & Co, London, 1952) hlm. 34-35; Cathal J. Nolan, The Age of Wars of Religion 1000-1650: An Encyclopedia of Global Warfare and Civilization, Vol. I, A-K (Greenwood Press, Westport, 2006) hlm. 534-535;
[21] C.P.F. Luhulima, Motif … hlm. 12; Samuel Edward Dawson, The Lines of Demarcation of Pope Alexander VI and the Treaty of Tordesillas A.D. 1493 and 1494(J.Hope & Son, Ottawa, 1899) hlm. 497-498; Dr. Th. Müler Krüger, Sedjarah Geredja di Indonesia (Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1959) hlm. 17-18
[22] C.P.F. Luhulima, Motif … hlm. 12
[23] A.R. Disney, A History of Portugal and Portuguese Empire from Beginnings to 1807, Vol. I: Portugal (Cambridge University Press, Cambridge, 2009) hlm. 152
[24] Drs R. Soekmono, Sejarah Kebudayaan … Jilid III, hlm. 50
[25] Dr. H. Berkhof dan Dr. I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Cetakan IX (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991) hlm. 235
[26] Dr. H. Embuiru, S.V.D, Geredja Sepandjang Masa (Nusa Indah, Flores) hlm. 206
[27] Dr. W.B. Sidjabat (ed.), Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini (Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1964) hlm. 23. W.B. Sidjabat berusaha melakukan pembelaan bahwa kristenisasi di Indonesia sama sekali tidak terkait dengan penjajahan Belanda. Ia berargumen dengan perlakuan Jepang pada masa Hideyoshi terhadap Belanda. Hideyoshi telah mengusir orang Portugis dan Spanyol sebab mereka menyebarkan Katolik di Jepang (1595). Sementara Belanda diperkenankan mendirikan loji di Jepang (1600), sebab negara kincir angin ini hanya memiliki motif berdagang, bukan menyebarkan agama Kristen.
Tulisan Sidjabat ini nampak sekali merupakan upaya apologetik untuk menghindar dari stigma bahwa “Kristen merupakan agama penjajah” di Indonesia. “Bukti” yang dikemukakan oleh W.B. Sidjabat ini sebenarnya tidak terlalu benar. Belanda pun akhirnya diusir juga dari Jepang karena terbukti menyebarkan agama Kristen. Tidak lama setelah berdiam di Jepang, Belanda melanggar perjanjian untuk tidak menyebarkan agama Kristen di Jepang. Benteng Belanda di pantai selatan Pulau Honsyu, Deshima, dihancurkan oleh Jepang akibat pelanggaran tersebut. Belanda memang masih diperbolehkan berada di Jepang, namun dengan pengawasan yang sangat ketat. Jumlah kapal Belanda yang keluar masuk diawasi. Hubungan dengan Jepang akhirnya memburuk, kamp konsentrasi orang Belanda yang ada di Jepang akhirnya dibubarkan pada tahun 1868. Lihat Dri Arbaningsih, Kartini Dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini Tentang Emansipasi ”Bangsa” (Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005) hlm. 70-71;
Tulisan Th. Muller Kruger dalam “Sedjarah Geredja di Indonesia” malah menggambarkan hubungan erat antara VOC dan misi penginjilan. Pemerintah Belanda juga menginginkan agar rakyat pribumi menjadi pemeluk Kristen. Sebab orang Kristen pribumi merupakan keuntungan bagi pihak kompeni dimana mereka sangat berbeda dengan umat Islam yang sering melakukan perlawanan. Akan tetapi kadang-kadang VOC juga bersikap pragmatis lebih mementingkan aspek ekonomis dibandingkan tugas utamanya dalam penyebaran Injil. Lihat Th. Muller Kruger,Sedjarah Geredja di Indonesia (Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1959) hlm. 28-29;  Jadi Spanyol dan Portugal di satu sisi serta Belanda pada sisi yang lain, hakikatnya sama saja. Kedatangan bangsa Barat ini untuk menjajah dan sekaligus menyebarkan agama, meskipun mungkin dalam intensitas yang berbeda.
[28] Lihat Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap., Indonesianisasi … hlm. 64
[29] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja, Jilid V Ko – M, Edisi 4 (Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2005) Hal. 10
[30] Konsep perpuluhan yang diambil oleh gereja dari umat ini berasal dari pemaknaan terhadap substansi kitab Kejadian 28:22 sebagai berikut : “Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu.”

Ummu Hakim Berjuang Demi Keislaman Suami

Sosok qudwah wanita muslimah kita kali adalah seorang wanita yang berjuang untuk menyelamatkan suaminya dari kemusyrikan dan kekafiran, membawanya ke bawa naungan Islam sejati, berkasih sayang di atas agama dan keridhaan Allah Ta’ala.
Hal itu bukanlah perkara yang mudah bagai membalik telapak tangan, karena suaminya adalah seorang yang paling antipati terhadap Islam dan memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat beliau. Juga karena ayah suaminya itu adalah seorang pemimpin utama kaum musyrikin, eksekutor serta pelaku penindasan yang sadis yang telah menjatuhkan berbagai hukuman kepada orang-orang mukmin, ialah Abu Jahal, sedangkan suami wanita muslimah kita ini adalah putra Abu Jahal bernama Ikrimah.
Ia bernama Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam dari kaum Quraisy. Bapaknya saudara Abu Jahal dan ibunya adalah Fathimah binti Walid kakak Khalid bin Walid. Ikrimah inilah suami pertama Ummu Hakim binti Al-Harits, putra pamannya, seorang pemuda terpandang; baik dari segi harta maupun keturunan. Karena kepemimpinan ayahnya Abu Jahal maka ia menjadi terpola untuk memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahkan ikut menyiksa kaum muslimin denagn siksaan yang pedih demi menyenangkan hati bapaknya.
Terbunuhnya Abu Jahal pada Perang Badar membuat kebencian Ikrimah terhadap Islam makin berkobar. Kalau dahulu ia membencinya karena ingin menyenangkan ayahnya, tetapi sekarang kebenciannnya adalah untuk membalas dengan kematian ayahnya. Dari sinilah api permusuhan berkobar serta kebencian Ikrimah (dan orang-orang yang juga kehilangan keluarga mereka di Perang Badar) membara.
Pada mulanya, Ummu Hakim juga ikut bahu-membahu dengan suaminya dalam memusuhi Islam. Pada Perang Uhud ia bersama wanita-wanita Quraisy lainnya yang juga mendendam akan kematian keluarga mereka pada Perang Badar, berdiri tegak di belakang barisan musyrikin sambil memukul gendang untuk memberi semangat bagi tentara-tentara musyrikin agar terus maju. Pada hari itu kaum musyrikin mendapatkan sebagian keinginan mereka, hingga Abu Sufyan berkata, “Ini adalah balasan atas Perang Badar.”
Pada penaklukan kota Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang panglima pasukannya untuk bentrok senjata secara langsung dengan orang-orang kafir kecuali kalau mereka diserang terlebih dahulu. Di saat itulah Ikrimah mengumpulkan pengikutnya dan menyerang pasukan yang besar dari pasukan-pasukan kaum muslimin. Akhirnya pasukan Ikrimah yang tak seberapa jumlahnya itu pun kalah, ada yang mati dan ada pula yang melarikan diri. Termasuk yang melarikan diri adalah Ikrimah bin Jahal.
Setelah kota Mekah ditaklukkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan maaf kepada kaum Quraisy yang dahulunya melakukan berbagai tindakan dalam memusuhi beliau, dan mengatakan perkataan beliau yang masyhur, “Pergilah kalain, sesungguhnya kalian telah dibebaskan.” Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan beberapa orang dengan memerintahkan di bawah kelambu Ka’bah. Di antara mereka yang dikecualikan itu yang paling utama adalah Ikrimah bin Abi Jahal. Maka karena mendengar hal itu Ikrimah secara sembunyi-sembunyi melarikan diri menuju ke Yaman.
Di sisi lain, Ummu Hakim istri Ikrimah bersama Hindun binti Uqbah menuju rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sepuluh wanita lain, untuk mengungkapkan bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memeluk agama Islam. Setelah Hindun binti Uqbah menyatakan keislamannya, Ummu Hakim pun berdiri menyatakan keislamannya, lalu ia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, Ikrimah telah melarikan diri menuju ke Yaman karena takut engkau akan membunuhnya. Berikanlah keamanan baginya, semoga Allah memberikan keamanan kepadamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ia telah mendapat keamanan.”
Seketika itu juga Ummu Hakim berangkat mencari Ikrimah ditemani oleh budaknya dari bangsa Romawi. Teriknya matahari, panasnya cuaca gurun sahara seakan tak terasakan oleh Ummu Hakim demi mendapatkan suaminya agar ia mau kembali dan masuk Islam bersamanya. Bahkan di tengah perjalanannya, budak Romawi yang menemaninya mencoba menggodanya untuk melakukan selingkuh, sungguh besar penderitaan wanita lemah berhati baja ini, menempuh perjalanan yang jauh, mengarungi padang pasir yang panas membara, mencari sang suami tercinta, sementara di tengah perjalanan budak yang seharusnya menjadi pelindung baginya berbalik menjadi bak serigala mendapatkan mangsanya. Wanita lemah ini memohon dan meminta tolong kepada penduduk kampung itu, lalu mereka menangkap budak tersebut dan mengikatnya di sana. Sedangkan Ummu Hakim meneruskan perjalanan tanpa teman, dan hanya Allah-lah yang menjaganya dari segala malapetaka.
Akhirnya dengan susah payah ia pun dapat bertemu dengan orang yang ica cari-cari, di tepi pantai di daerah Tihamah, ketika itu Ikrimah sedang bertransaksi dengan seorang nelayan muslim. Nelayan itu berkata kepadanya: “Bayar dahulu baru aku akan menyeberangkanmu.” Ikrimah berkata, “Bagaimana aku membayarmu?” Nelayan itu menjawab, “Dengan mengucapkan (asyhadu an laa ilaaha illalla wa asyhadu anna muhammadarrasulullah).” Ikrimah menjawab, “Aku tidak melarikan diri melainkan dari itu.” Di saat itulah Ummu Hakim datang, lalu ia berkata kepada suaminya, “Wahai putra paman, aku datang dari sisi manusia yang paling mulia yaitu Muhammad bin Abdullah, aku telah meminta keamanan bagimu dan beliau menyetujuinya, janganlah engkau mencelakakan dirimu sendiri.” Ia berkata, “Engkau sendiri yang telah mengatakan kepadanya?” Ummu Hakim menjawab, “Ya, aku yang mengatakan kepadanya, maka ia memberikan keamanan.” Ummu Hakim terus membujuknya sampai Ikrimah mau kembali bersamanya.
Dalam perjalanan pulang Ummu Hakim menceritakan kisah budak mereka, lalu mereka singgah di perkampungan tempat Ummu Hakim meninggalkan budak itu lalu Ikrimah membunuhnya. Peristiwa ini terjadi sebelum ia masuk Islam.
Setibanya di Mekah ia langsung pulang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan keislamannya, dan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memintakan ampunan atas segala yang telah ia perbuat selama ia masih musyrik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabulkan permintaan tersebut dengan gembira. Semenjak itu bergabunglah Ikrimah dalam bahtera dakwah, di medan perang ia bagai singa yang haus darah serta menjadi ahli ibadah dan selalu membaca kitabullah.
Itulah buah dari perjuangan Ummu Hakim binti Al-Harits, yang menuntun Ikrimah putra sekaligus tangan kanan seorang dedengkot kafir dan berada pada barisan terdepan dalam memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menjadi pembela Islam dan mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dirinya sendiri. Ikrimah syahid pada perang Yarmuk (sebagian ahli sejarah mengatakan ia meninggal pada perang Ajnadin), di saat itu ia berperang dengan penuh semangat, sampai ia gugur sebagai syahid, dan di tubuhnya didapati lebih dari tujuh puluh luka bekas tikaman, panah, dan pukulan.
Sepeninggal Ikrimah dan masa iddah Ummu Hakim berakhir, ia dilamar oleh Yazid bin Abi Sufyan dan Khalid bin Sa’id, kemudian ia menerima lamaran Khalid dan ia pun menikah dengannya. Ketika hendak menggaulinya, bersamaan dengan itu tentara-tentara Romawi telah berkumpul (untuk menyerang kaum muslimin), Ummu Hakim berkata kepada Khalid, “Bagaimana kalau engkau undurkan sampai Allah mengusir barisan mereka?” Khalid menjawab, “Sesungguhnya aku merasa akan terbunuh dalam peperangan ini.” Ummu Hakim berakta, “Kalau begitu lakukanlah!” Maka Khalid pun menggaulinya,
Ketika pagi tiba, kedua pasukan pun mulai berhadapan, genderang perang ditabuh, dan pedang telah melakukan perannya. Khalid akhirnya terbunuh di peperangan tersebut. Mendengar berita itu, Ummu Hakim terjun ke medan perang dan membunuh tujuh orang Romawi dengan tiang kemah di jembatan yang hingga sekarang dinamakan jembatan Ummu Hakim, dan itu terjadi pada perang Ajnadin.