pemberian
vaksinasi meningitis kepada calon jamaah haji merupakan upaya perlindungan
terhadap bahaya penyakit meningitis meningokokus yang menular dan membahayakan
jamaah haji Indonesia dan keluarganya.Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No
13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang mengamanatkan kepada
pemerintah untuk senantiasa melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan
terhadap jamaah haji Indonesia.Selain itu,
Pemberian
vaksin meningitis merupakan syarat mutlak bagi jamaah haji yang akan memasuki
wilayah Kerajaan Arab Saudi.Bagi mereka yang belum atau tidak diimunisasi
meningitis meningokokus, maka Kerajaan Arab Saudi tidak akan memberikan
visa/izin untuk memasuki negaranya.
Vaksin
meningitis adalah vaksin wajib yang harus dilakukan calon jemaah haji untuk
melindungi risiko tertular meningitis
meningokokus, suatu infeksi yang terjadi pada selaput otak dan
sumsum tulang belakang dan keracunan darah.
"Meningitis
adalah penyakit serius dengan angka kematian tinggi. Bakteri ini sebenarnya
tidak ada di Indonesia tapi untuk orang yang akan bepergian ke negara lain
terutama ke daerah endemi, harus divaksin.Daerah endemik meningitis meningokokus antara
lain Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, dan Selandia Baru. "Selama
melakukan ibadah haji, kita akan bertemu dengan orang dari berbagai negara yang
mungkin saja menjadi pembawa atau carrier bakteri meningitis," katanya.
Meningitis meningokukus disebabkan oleh lima tipe bakteri atau serogrup A,B,C,Y,
dan W-135. "Penularannya melalui butiran ludah yang menempel di mukosa
lalu masuk ke peredaran darah dan selaput otak," kata dokter yang menjadi
wakil ketua komite penasihat ahli imunisasi nasional ini.
Penyakit
meningokok di Arab Saudi lebih banyak publikasinya, termasuk oleh WHO setelah
pada 1987 terjadi epidemi meningokok grup A yang dianggap terkait ibadah haji.
Pemerintah Saudi Arabia akhirnya mewajibkan seluruh calon jamaah haji dan umrah
untuk mendapatkan vaksin meningokok A dan C (vaksin bivalent A/C).
Pada
tahun tersebut epidemi meningokok di daerah sabuk meningitis adalah meningokok
grup A dengan usaha mengatasinya lewat pemberian vaksin meningokok rutin dan
massal. Dalam waktu hampir 13 tahun, yaitu 2000 sampai 2002 terjadi lagi
epidemi meningokok selama masa ibadah haji yang ternyata lebih didominasi oleh
meningokok grup W. Pada 2000 di Saudi, dari 253 kasus yang diidentifikasi 161
(64 persen) dapat diidentifikasi serogrupnya, untuk serogrup W-135 sebanyak 93
kasus (37 persen), A 60 kasus (24 persen), dan pada tahun itu adalah outbreak
W-135 yang terbesar.
Dalam
waktu yang besamaan secara global terjadi juga peningkatan kejadian penyakit
meningokok grup W. Kasus tersebut berasal dari jamaah yang baru pulang haji dan
menularkan kepada orang sekelilingnya, bahkan di Burkina Faso 2002 terjadi
epidemi W-135 pertama kali di Afrika Barat dengan kematian sekitar 1.060 orang
dari 8.850 kasus.
Setelah
kejadian tersebut, maka sejak tahun 2002 dinas kesehatan kerajaan Saudi Arabia
mewajibkan para jamaah haji dan umrah untuk mendapatkan vaksinasi tetravalent
polisakarida ACYW135 yang diberikan juga kepada semua anak sekolah di sana.
Ternyata setelah tahun 2002, epidemi mayor W-135 tidak terjadi lagi, berbeda
dengan meningokok grup A yang sangat sering muncul sebagai penyebab epidemi
mayor terutama di daerah Afrika.
Terkait
dengan kewajiban pemberian vaksin bagi calon jamaah haji timbul
pertanyaan, mengapa ada keyakinan munculnya galur W-135 kelak bisa mempunyai
sifat seperti grup A, baik sebagai penyebab karier (seseorang sebagai pembawa
kuman, tetapi tidak sakit) maupun epidemi penyakit sehingga pemberian vaksin
ACYW135 massal tanpa penelitian memadai dan tanpa evaluasi tetap dilakukan
sampai sekarang. Konsekuensinya, diperlukan penjelasan ilmiah mengapa galur
W-135 ini bisa muncul menjadi epidemi, berubah dari sifatnya semula. Diperlukan
pula data dan fakta masuk akal yang telah dilakukan WHO dan CDC sebagai respons
cepat dalam memprediksi epidemi terkait program wajibnya vaksinasi W-135.
Kontrofersi
Kehalalan Vaksin Meningitis
Majelis Ulama Indonesia menerbitkan
sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and
Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal
China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan
vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin
yang halal menjadi tak berlaku lagi.
”Titik kritis keharaman vaksin ini
terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan
yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar
dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin
Vaksin meningitis produksi NV &
D yang mendapat sertifikat halal itu bermerek Menveo Meningococcal Group A, C,
W-135, dan Y Cnnyugate Vaccine. Produk TY yang halal adalah Mevac ACYW135.
Selama ini jemaah haji Indonesia
mendapat vaksin meningitis produksi Glaxo Smith Kline (GSK) asal Belgia yang
terpapar zat mengandung babi dalam pembuatannya. Vaksin itu diberikan untuk
situasi darurat karena belum diketahui vaksin meningitis yang tidak terpapar
zat mengandung babi.
Tahun ini GSK mengajukan
lagi produk Mencevax ACYW135 untuk sertifikasi halal, tetapi
dari audit Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI,
vaksin itu masih terpapar zat mengandung babi.
”Tetapi, media pertumbuhan vaksin
produk GSK bersentuhan dengan zat mengandung babi,” kata Direktur LPPOM MUI
Lukman Hakim.
Ma’ruf menegaskan, sertifikat halal
itu berlaku dua tahun, tetapi LPPOM MUI tetap akan memantau proses produksi vaksin
untuk menjamin kehalalan. ”Fatwa MUI sebelumnya yang mengatakan vaksin yang
haram boleh digunakan karena tidak ada vaksin yang halal menjadi gugur karena
sudah ada vaksin meningitis yang halal,” ujarnya
. Anggota DPR Lily Chadidjah Wahid pernah mempertanyakan
fatwa halal vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics SRL
dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China, namun
mengharamkan vaksin Glaxo Smith Kline (GSK) asal Belgia.
Menurut Lily fatwa itu diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
Dia menjelaskan, bibit awal/biang atau "parent seed" dari kedua vaksi
itu berasal dari kuman meningitis yang dikembangbiakkan dengan medium enzim
pankreas babi. Tapi dalam proses laboratoriumnya melalui pencucian dengan debu
dan yang dipakai adalah keturunan ke-14, maka lembaga Bahtsul Masail PBNU
menyatakan vaksin meningtis adalah halal.
"Tapi oleh MUI vaksin mevac TM-ACW 135Y ex Glaxo Smith Kline
Beecham Pharmceutical Belgium diharamkan. Sementara vaksin Menveo Meningococcal
group A,C,W, 135 dan Y conyugate vaccine ex Novartis vaccine dan diagnostic
S.R.L yang 'parent seed'-nya sama dengan Mencefax dinyatakan halal,"
katanya.
Sedangkan, vaksin Meningococcal ex Zheijiang Tianyuan
Pharmaceutical yang belum diujikan pada manusia sama sekali, dinyatakan halal.
"Ada apa sebenarnya dengan MUI," kata Lily.
Ia menenggarai, adanya perbedaan soal fatwa halal-haram terhadap
kedua vaksin tersebut tak lain karena persaingan bisnis. "Karena untuk
pengadaan vaksin tersebut bernilai kurang lebih Rp60 miliar. Harga vaksin
Menveo beberapa kali lebih besar atau mahal dari harga vaksin Mencefax. Jadi
ini persaingan bisnis saja," kata Lily.
Indonesia
masih belum mampu memroduksi vaksin meningitis halal. Padahal, setiap tahun ada
ratusan ribu jamaah umrah dan haji asal Indonesia harus disuntik vaksin
meningitis sebelum terbang ke Tanah Suci. Menurut data pada Kedubes Arab Saudi
di Indonesia, pada 2010 saja terdapat 310 ribu jamaah umrah dan 211 ribu
jamaah haji dari Indonesia yang mengunjungi Ka'bah di Makkah, Arab Saudi
Sejak
2010, Indonesia mengimpor vaksin meningitis halal dari produsen vaksin Eropa
dan Cina. Harga vaksin meningitis halal impor tersebut diklaim lebih dari tujuh
kali lipat vaksin yang dibuat dengan bantuan tripsin babi.
“Biofarma
yang telah mengantongi sertifikat prakualifikasi WHO seharusnya bisa melihat
besarnya potensi pasar muslim untuk membuat produksi vaksin halal,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar