Kamis, 04 Oktober 2012

Kenapa harus di Vaksinasi Meningitis ?



pemberian vaksinasi meningitis kepada calon jamaah haji merupakan upaya perlindungan terhadap bahaya penyakit meningitis meningokokus yang menular dan membahayakan jamaah haji Indonesia dan keluarganya.Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk senantiasa melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap jamaah haji Indonesia.Selain itu,
Pemberian vaksin meningitis merupakan syarat mutlak bagi jamaah haji yang akan memasuki wilayah Kerajaan Arab Saudi.Bagi mereka yang belum atau tidak diimunisasi meningitis meningokokus, maka Kerajaan Arab Saudi tidak akan memberikan visa/izin untuk memasuki negaranya.
Vaksin meningitis adalah vaksin wajib yang harus dilakukan calon jemaah haji untuk melindungi risiko tertular meningitis meningokokus, suatu infeksi yang terjadi pada selaput otak dan sumsum tulang belakang dan keracunan darah.
"Meningitis adalah penyakit serius dengan angka kematian tinggi. Bakteri ini sebenarnya tidak ada di Indonesia tapi untuk orang yang akan bepergian ke negara lain terutama ke daerah endemi, harus divaksin.Daerah endemik meningitis meningokokus antara lain Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, dan Selandia Baru. "Selama melakukan ibadah haji, kita akan bertemu dengan orang dari berbagai negara yang mungkin saja menjadi pembawa atau carrier bakteri meningitis," katanya.
Meningitis meningokukus disebabkan oleh lima tipe bakteri atau serogrup A,B,C,Y, dan W-135. "Penularannya melalui butiran ludah yang menempel di mukosa lalu masuk ke peredaran darah dan selaput otak," kata dokter yang menjadi wakil ketua komite penasihat ahli imunisasi nasional ini.
Penyakit meningokok di Arab Saudi lebih banyak publikasinya, termasuk oleh WHO setelah pada 1987 terjadi epidemi meningokok grup A yang dianggap terkait ibadah haji. Pemerintah Saudi Arabia akhirnya mewajibkan seluruh calon jamaah haji dan umrah untuk mendapatkan vaksin meningokok A dan C (vaksin bivalent A/C).
Pada tahun tersebut epidemi meningokok di daerah sabuk meningitis adalah meningokok grup A dengan usaha mengatasinya lewat pemberian vaksin meningokok rutin dan massal. Dalam waktu hampir 13 tahun, yaitu 2000 sampai 2002 terjadi lagi epidemi meningokok selama masa ibadah haji yang ternyata lebih didominasi oleh meningokok grup W. Pada 2000 di Saudi, dari 253 kasus yang diidentifikasi 161 (64 persen) dapat diidentifikasi serogrupnya, untuk serogrup W-135 sebanyak 93 kasus (37 persen), A 60 kasus (24 persen), dan pada tahun itu adalah outbreak W-135 yang terbesar.
Dalam waktu yang besamaan secara global terjadi juga peningkatan kejadian penyakit meningokok grup W. Kasus tersebut berasal dari jamaah yang baru pulang haji dan menularkan kepada orang sekelilingnya, bahkan di Burkina Faso 2002 terjadi epidemi W-135 pertama kali di Afrika Barat dengan kematian sekitar 1.060 orang dari 8.850 kasus.
Setelah kejadian tersebut, maka sejak tahun 2002 dinas kesehatan kerajaan Saudi Arabia mewajibkan para jamaah haji dan umrah untuk mendapatkan vaksinasi tetravalent polisakarida ACYW135 yang diberikan juga kepada semua anak sekolah di sana. Ternyata setelah tahun 2002, epidemi mayor W-135 tidak terjadi lagi, berbeda dengan meningokok grup A yang sangat sering muncul sebagai penyebab epidemi mayor terutama di daerah Afrika.
Terkait dengan kewajiban pemberian vaksin bagi calon jamaah haji  timbul pertanyaan, mengapa ada keyakinan munculnya galur W-135 kelak bisa mempunyai sifat seperti grup A, baik sebagai penyebab karier (seseorang sebagai pembawa kuman, tetapi tidak sakit) maupun epidemi penyakit sehingga pemberian vaksin ACYW135 massal tanpa penelitian memadai dan tanpa evaluasi tetap dilakukan sampai sekarang. Konsekuensinya, diperlukan penjelasan ilmiah mengapa galur W-135 ini bisa muncul menjadi epidemi, berubah dari sifatnya semula. Diperlukan pula data dan fakta masuk akal yang telah dilakukan WHO dan CDC sebagai respons cepat dalam memprediksi epidemi terkait program wajibnya vaksinasi W-135.
Kontrofersi Kehalalan Vaksin Meningitis
Majelis Ulama Indonesia menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin yang halal menjadi tak berlaku lagi.
”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin
Vaksin meningitis produksi NV & D yang mendapat sertifikat halal itu bermerek Menveo Meningococcal Group A, C, W-135, dan Y Cnnyugate Vaccine. Produk TY yang halal adalah Mevac ACYW135.
Selama ini jemaah haji Indonesia mendapat vaksin meningitis produksi Glaxo Smith Kline (GSK) asal Belgia yang terpapar zat mengandung babi dalam pembuatannya. Vaksin itu diberikan untuk situasi darurat karena belum diketahui vaksin meningitis yang tidak terpapar zat mengandung babi.
Tahun ini GSK mengajukan    lagi produk Mencevax ACYW135 untuk sertifikasi halal, tetapi dari audit Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, vaksin itu masih terpapar zat mengandung babi.
”Tetapi, media pertumbuhan vaksin produk GSK bersentuhan dengan zat mengandung babi,” kata Direktur LPPOM MUI Lukman Hakim.
Ma’ruf menegaskan, sertifikat halal itu berlaku dua tahun, tetapi LPPOM MUI tetap akan memantau proses produksi vaksin untuk menjamin kehalalan. ”Fatwa MUI sebelumnya yang mengatakan vaksin yang haram boleh digunakan karena tidak ada vaksin yang halal menjadi gugur karena sudah ada vaksin meningitis yang halal,” ujarnya
. Anggota DPR Lily Chadidjah Wahid pernah mempertanyakan fatwa halal vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics SRL dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China, namun mengharamkan vaksin Glaxo Smith Kline (GSK) asal Belgia.
Menurut Lily fatwa itu diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Dia menjelaskan, bibit awal/biang atau "parent seed" dari kedua vaksi itu berasal dari kuman meningitis yang dikembangbiakkan dengan medium enzim pankreas babi. Tapi dalam proses laboratoriumnya melalui pencucian dengan debu dan yang dipakai adalah keturunan ke-14, maka lembaga Bahtsul Masail PBNU menyatakan vaksin meningtis adalah halal.
"Tapi oleh MUI vaksin mevac TM-ACW 135Y ex Glaxo Smith Kline Beecham Pharmceutical Belgium diharamkan. Sementara vaksin Menveo Meningococcal group A,C,W, 135 dan Y conyugate vaccine ex Novartis vaccine dan diagnostic S.R.L yang 'parent seed'-nya sama dengan Mencefax dinyatakan halal," katanya.
Sedangkan, vaksin Meningococcal ex Zheijiang Tianyuan Pharmaceutical yang belum diujikan pada manusia sama sekali, dinyatakan halal. "Ada apa sebenarnya dengan MUI," kata Lily.
Ia menenggarai, adanya perbedaan soal fatwa halal-haram terhadap kedua vaksin tersebut tak lain karena persaingan bisnis. "Karena untuk pengadaan vaksin tersebut bernilai kurang lebih Rp60 miliar. Harga vaksin Menveo beberapa kali lebih besar atau mahal dari harga vaksin Mencefax. Jadi ini persaingan bisnis saja," kata Lily.
Indonesia masih belum mampu memroduksi vaksin meningitis halal. Padahal, setiap tahun ada ratusan ribu jamaah umrah dan haji asal Indonesia harus disuntik vaksin meningitis sebelum terbang ke Tanah Suci. Menurut data pada Kedubes Arab Saudi di Indonesia, pada 2010 saja terdapat 310 ribu jamaah umrah dan 211 ribu  jamaah haji dari Indonesia yang mengunjungi Ka'bah di Makkah, Arab Saudi
Sejak 2010, Indonesia mengimpor vaksin meningitis halal dari produsen vaksin Eropa dan Cina. Harga vaksin meningitis halal impor tersebut diklaim lebih dari tujuh kali lipat vaksin yang dibuat dengan bantuan tripsin babi.
“Biofarma yang telah mengantongi sertifikat prakualifikasi WHO seharusnya bisa melihat besarnya potensi pasar muslim untuk membuat produksi vaksin halal,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar