Minggu, 14 Oktober 2012

Bagaimana Menyeduh Kopi yang Baik?

Jakarta - Udara yang dingin saat musim hujan memang paling enak minum secangkir kopi panas. Selain membuat tubuh terasa segar aroma kopi juga sangat menggugah selera. Aneka kopi seperti latte, cappuccino, atau kopi tubruk bisa diracik sesuai selera.

Menyeduh kopi tak sekedar menuangkan air panas ke dalam cangkir berisi kopi bubuk. Namun, tahapan yang penting perlu diperhatikan agar dihasilkan air kopi yang enak dan harum. Berikut ini cara menyeduh kopi panas yang benar dan bisa membuat kopi terasa lebih nikmat saat diminum. 

Tahap 1
Air yang digunakan untuk menyeduh kopi menentukan kualitas rasa. Jika menggunakan air keran sebaiknya disaring dahulu atau menggunakan air yang sudah ditaruh dalam teko. Kemudian perhatikan suhu saat proses perebusan air idealnya tidak boleh hingga mendidih bergolak jika menggunakan coffeemaker.

Tahap 2
Setelah merebus air, diamkan air selama 30 detik sebelum menambahkan atau dicampurkan dengan kopi.

Tahap 3
Sebaiknya beli biji kopi yang belum digiling karena akan mendapatkan rasa yang lebih nikmat. Saat menggiling kopi juga bisa ditentukan kehalusan kopi. Kopi terbaik, jika saat ingin meminumnya biji kopi baru digiling. Jika membeli kopi yang sudah digiling akan kehilangan rasa dan kesegarannya. Kemudian seduh kopi pada coffeemaker atau langsung di dalam cangkir atau mug sebagai kopi tubruk.

Tahap 4
Masukkan bubuk kopi di filter kertas atau logam didalam corong coffeemaker, yang diatur melalui kaca atau pot keramik kopi.

Tahap 5
Jangan simpan kopi didalam freezer atau lemari es, tetapi simpan pada suhu ruang. Rasa kopi juga ditentukan oleh tempat penyimpanan, suhu ruang bisa membuat rasa kopi menjadi enak dan kopi dapat bertahan selama seminggu atau lebih.

Tahap 6
Jika ingin rasa pahit pada kopi hilang, taburi sedikit garam pada cangkir untuk memberikan rasa yang lebih baik pada kopi anda. Sajikan dan nikmati kopi selagi hangat agar tak kehilangan rasa dan aromanya

Rutin Makan Tomat Cegah Serangan Stroke

Jakarta - Siapa tak kenal tomat? Buah yang berwarna merah oranye ini sangat memikat. Empuk, juicy dengan rasa asam manis dan segar. Kandungan nutrisi tomat sudah dibuktikan khasiatnya dalam beberapa riset. Termasuk manfaatnya untuk mencegah stroke.

Tomat atau Solanum lycopersicum merupakan tanaman khas Amerika Selatan dan Tengah. Banyak juga tumbuh di Meksiko, Peru dan Indonesia. Ketika masak buahnya berubah dari hijau menjadi merah oranye. Bisa dimakan langsung atau dibuat campuran salad, jus, sup dan makanan lainnya.

Tomat tergolong sayuran kaya nutrisi. Salah satunya kandungan nutrisinya yang terkenal adalah lycopene. Zat ini merupakan antioksidan, untuk mencegah pembekuan darah di otak yang menyebabkan stroke.

Seperti yang dilansir TimesofIndia (9/10/2012) hasil penelitian yang melibatkan 1.031 pria di Finlandia menunjukkan adanya kekurangan lycopene dalam darahnya. Mereka dinyatakan memiliki risiko stroke lebih tinggi.

Antioksidan lain juga terkandung di dalamnya, seperti alfa-karoten, beta-karoten, alfa-tocopherol dan retinol. Dalam 100 g tomat terdapat 24 kkal energi, 1,3 g protein, 4,7 g karbohidrat, 1,5 g serat dan 0,5 g lemak.

Jika rutin dikonsumsi bisa mencegah risiko kanker prostat dan membantu menurunkan berat badan. Sedangkan kandungan vitamin C-nya dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Departemen Pertanian AS juga menyebukan, seporsi atau satu cangkir tomat cincang mengandung vitamin C lebih dari 25 gram.

Tidak hanya itu, penelitian yang sudah tercatat dalam American Journal of Lifestyle Medicine, menyebutkan tomat juga mengandung kalsium dan vitamin D. Kedua nutrisi ini bermanfaat untuk mencegah osteoporosis.

Terbukti Vegetarian Berumur Lebih Panjang

Jakarta - Selama ini, kita tahu bahwa sayuran dan buah bermanfaat bagi kesehatan. Nutrisi alaminya lebih mudah diserap oleh tubuh. Kini, sebuah penelitian menyebutkan bahwa vegetarian dapat berumur lebih panjang dibanding mereka yang memakan daging.

Vegetarian adalah orang yang menganut vegetarianisme atau tidak mengonsumsi daging hewan. Meski demikian, biasanya mereka menyantap produk turunan hewan seperti telur, madu, dan susu.

Di lain pihak, pelaku veganisme atau vegan hanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tanaman. Dengan tegas mereka menolak mengonsumsi atau memakai produk berbahan hewan. Umumnya, alasan vegetarian atau vegan adalah karena kesehatan, lingkungan, etika, atau keyakinan.

Tim peneliti dari Loma Linda University di California, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa vegetarian dapat hidup lebih lama. Hal ini berdasarkan serangkaian riset yang dikerjakan pada 1970-an dan 1980-an.

Saat itu, mereka meneliti puluhan ribu penganut Kristen Advent (Seventh-day Adventist Church). Pasalnya, aliran kepercayaan ini menekankan pada hidup sehat dan vegetarianisme.

Kemudian, riset tersebut dilanjutkan pada 2002 atas izin National Institutes of Health AS. Kali ini, penelitiannya diberi nama 'Adventist Health Study 2'. Studi yang sudah setengah jalan ini melibatkan 96.000 orang di AS dan Kanada. Setengah populasi penelitian ini vegetarian dan sebanyak 25% merupakan orang Afrika Amerika.

"Riset ini menghasilkan temuan yang sama dramatisnya," ujar Gary E. Fraser, MD, PhD, pada Food & Nutrition Conference & Expo, Academy of Nutrition and Dietetics' 2012.

Menurut berita yang dilansir Huffington Post (12/10/12), pria vegetarian penganut Kristen Advent hidup hingga usia rata-rata 83,3 tahun. Artinya, mereka hidup 9,5 tahun lebih lama dibanding warga California lain. Sementara itu, wanita vegetarian dapat hidup sampai umur rata-rata 85,7 tahun atau 6,1 tahun lebih lama.

Studi ini juga menyebut bahwa makanan yang dikonsumsi vegetarian dapat menurunkan risiko terhadap penyakit. Buah, sayuran, dan kacang-kacangan, misalnya, dapat mencegah kanker, penyakit jantung, serta diabetes tipe 2. Tak hanya itu, pola makan ini juga dapat mengontrol indeks massa tubuh (BMI), lingkar pinggang, dan menyehatkan otak.

Dibanding mereka yang mengonsumsi daging, berat badan vegan 13,6 kg lebih ringan dan BMInya lebih rendah lima angka. Vegetarian dan vegan juga berisiko lebih rendah mengalami resistensi insulin, kondisi yang menjadi cikal bakal diabetes tipe 2.

Pescovegetarian (vegetarian yang juga mengonsumsi ikan) serta semivegetarian (vegetarian yang sesekali menyantap daging hewan) memiliki perlindungan menengah terhadap penyakit terkait gaya hidup.

Selain itu, Adventist Health Study 2 juga menyebutkan bahwa orang yang ramping cenderung berolahraga rutin, menyantap makanan yang berasal dari tanaman, serta menghindari rokok dibanding orang gemuk. Artinya, banyak faktor mendorong kesehatan partisipan ini secara menyeluruh.

Penelitian ini juga membantah temuan sebelumnya. Dulu, sebuah riset menyebutkan bahwa pada usia 85, orang obesitas lebih rendah risikonya meninggal dunia dibanding mereka yang berat badannya normal. Berbeda dengan studi terkini, bahwa orang Afrika-Amerika yang obesitas berkurang harapan hidupnya hingga 6,2%.