Ada yang lebih patut dikasihani melebihi orang yang menderita
penyakit dengki. Jika umumnya manusia berpikir dan berbuat untuk sesuatu
yang menguntungkan dirinya, atau sekedar menyenangkan hatinya, tidak
demikian halnya dengan pendengki. Tak ada keuntungan sedikitpun yang
dihasilkan pendengki. Tak ada pula kesenangan hati yang dipanen oleh
orang yang hasud.
Kerisauan hati yang tak putus-putus, dialami oleh pendengki saat
melihat orang lain mendapat nikmat. Semakin banyak nikmat disandang
orang lain, makin menguat gelisah hati pendengki. Ini tidak akan
berakhir hingga nikmat tersebut hilang dari orang yang didengki, bahkan
terkadang belum terobati juga rasa dengki itu sebelum orang yang
didengki tertimpa banyak kerugian. Dari sini kita tahu, betapa jahat
seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya
ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta'ala
menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (QS. Ali Imran: 120)
Berbeda dengan kesedihan atau musibah yang dialami oleh orang yang
bersabar, kegalauan yang terus menerus dirasakan oleh pendengki adalah
musibah berat yang sama sekali tidak mendatangkan pahala, bahkan
berpotensi menggerogoti kebaikan, sebagaimana api melalap kayu bakar
yang telah kering.
Nabi SAW bersabda, "Hindarilah oleh kalian hasad, karena hasad bisa
memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar." (HR Abu Dawud)
Maksud memakan kebaikan adalah menghilangkannya, membakarnya dan
menghapus pengaruhnya, seperti yag disebutkan dalam Kitab Faidlul
Qadiir. Ini juga menunjukkan bahwa kebaikan itu bisa sirna dalam sekejap
jika terbakar oleh kedengkian. Makin besar api kedengkian, makin cepat
melalap habis kebaikan. Al-Manawi di dalam at-Taisir bi Syarhi
al-Jami'is Shaghir menjelaskan sebab dihilangkannya kebaikan pendengki
adalah, "karena orang yang dengki itu berarti menganggap Allah Ta'ala
jahil, tidak bisa memberikan sesuatu sesuai dengan proporsinya." Ia
menganggap Allah salah dalam mengalamatkan nikmat dan karunia. Seakan ia
lebih tahu dari Allah tentang siapa yang lebih layak untuk
mendapatkannya. Sehingga layaklah pendengki dihilangkan
kebaikan-kebaikannya. Sungguh rugi para pendengki, selalu risau di
dunia, terancam bangkrut di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar